Jumat, 18 Mei 2012

Public Relations dan Marketing Public Relations

BAB I
DEFINISI, FUNGSI, RUANG LINGKUP, DAN KODE ETIK

A.    Definisi Public Relations
Sejarah perlembangan humas dikenal di abad 20 di Amerika, orang yang pertama memopulerkan PR (humas) adalah Ivy Lee. Orang komunikasi akan berkomunikasi dengan dirinya dan orang lain hanya dengan membicarakan kebaikan.
Contoh praktek-praktek public Relation pada zaman dulu adalah :
•    Penyambutan ratu Bilqis terhadap Nabi Sulaiman dengan penyambutan yang meriah.
•    Peristiwa penyambutan Mark Anthony oleh Cleopatra di tepi sungai nil, digambarkan adanya upaya dari kedua belah pihak untuk mengadakan hubungan baik yang menyenangkan dan saling menguntungkan.
•    Di Eropa, praktek pubic relations dapat dilihat sejak jaman Gilda, organisai yang anggotanya orang-orang berpenghasilan sama, mereka memperkenalkan produksinya dengan teknik komunikasi informative tentang kualitas produk dan manfaatnya bagi pemakaian barang. Dengan cara tersebut mereka berhasil merebut pasar bagi hasil produksinya.
Publik relations merupakan keseluruhan bentuk komunikasi yang terencana, baik itu keluar maupun kedalam, antara suatu organisasi dengan publiknya dalam rangka mencapai tujuan yang spesifik atas dasar saling pengertian (Frank Jefkins). Public relations adalah fungsi manajaemen yang menyatakan, membentuk, dan memelihara hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dengan berbagai macam publik, yang menentukan sukses atau gagalnya suatu organisasi (Cutlip Center and Broom).
Banyak para ahli komunikasi yang mengemukakan pengertian public relations, diantaranya adalah Frank Jefkins dalam bukunya Public Relations, yaitu:
“Humas adalah sesuatu yang merangkum keseluruhan komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian.” ( Jefkins 1996:9 )
Definisi di atas menjelaskan bahwa public relations merupakan suatu kegiatan komunikasi yang terencana dan memiliki tujuan-tujuan spesifik yang hendak dicapai. Publik sasarannya bukan hanya yang berada di dalam perusahaan, tetapi juga yang berada di luar perusahaan.
Public relations dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai hubungan masyarakat (humas). Rhenald Kasali dalam bukunya yang berjudul Manajemen Public Relations mengemukakan pengertian humas sebagai berikut:
“Public relations adalah fungsi manajemen yang melakukan evaluasi terhadap sikap-sikap publik, mengidentifikasi kebijakan-kebijakan dan prosedur seseorang/sebuah perusahaan terhadap publiknya, menyusun rencana serta menjalankan program-program komunikasi untuk memperoleh pemahaman dan penerimaan publik.” ( Public Relations News dalam Kasali 2000:7 )
Definisi tersebut mengemukakan kedudukan public relations dalam menjalankan fungsi manajemen dalam perusahaan adalah sama pentingnya dengan pemasaran, keuangan, produksi, dan sumber daya manusia.
Dari definisi-definisi public relations atau humas di atas, diketahui adanya suatu kegiatan internal dan eksternal yang terencana, bertujuan untuk memperoleh citra baik, saling pengertian, saling mempercayai, saling menghargai, kemauan/itikad baik, dan toleransi dari publik.

Ruang Lingkup Public Relations
    Ruang lingkup kegiatan public relations ada dua yaitu internal dan eksternal. Adapun tujuan dan tugas public relations berdasarkan ruang lingkup kegiatannya adalah:
1)    Internal Public Relations
    Griswold mengatakan, “Mencapai karyawan yang mempunyai kegairahan kerja adalah tujuan internal public relations.” ( Griswold dalam Abdurrachman 2001:34 )
    Berdasarkan tujuan internal public relations di atas, maka tugas yang harus dilakukan oleh seorang praktisi PR adalah sebagai berikut:
    “Menyelengarakan komunikasi yang sifatnya persuasif dan informatif. Ia harus mengadakan analisa tentang policy kepegawaian (personnel policy), termasuk gaji/upah, honorarium, dan kesejahteraan karyawan lainnya; menganalisa apa yang telah dilaksanakan di dalam internal public relations; mengadakan survei tentang “attitudes” para karyawan terhadap instansinya, kebijakan instansi itu dan kegiatan-kegiatannya.” ( Abdurrachman 2001:35 ).
    Jadi, tugas seorang praktisi PR untuk ruang lingkup internal adalah menciptakan iklim komunikasi yang bersifat persuasif dan informatif, menganalisis masalah kepegawaian, dan tanggapan atau perilaku karyawan terhadap kebijakan dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan.
2)    External Public Relations
    Oemi Abdurrachman menyebutkan, “salah satu tujuan external public relations adalah untuk mengeratkan hubungan dengan orang-orang di luar badan/instansi hingga terbentuklah opini publik yang favorable terhadap badan itu.” ( Abdurrachman 2001:38 ).
Adapun tugas external public relations, yaitu:
•    Menilai sikap dan opini publik terhadap kepemimpinan, terhadap para pegawai, dan metode yang digunakan.
•    Memberi advice (nasehat) dan counsel pada pimpinan tentang segala sesuatu yang ada hubungannya dengan public relations mengenai perbaikan-perbaikan, kegiatan-kegiatan, dan lain-lain.
•    Memberikan penerangan-penerangan yang objektif, agar publik tetap informed tentang segala aktivitas dan perkembangan perusahaan.
•    Menyusun staf yang efektif untuk bagian itu.

B.    Definisi Manajemen Public Relations
Dalam bentuknya yang paling maju, PR adalah bagian proses perubahan dan pemecahan masalah di organisasi yang dilakukan secara ilmiah. Praktisi PR jenis ini menggunakan teori dan bukti terbaik yang ada untuk melakukan proses empat langkah pemecahan problem:
1.    Mendefinisikan problem (atau peluang). Langkah pertama ini mencakup penyelidikan dan memantau pengetahuan, opini, sikap, dan perilaku pihak-pihak yang terkait dengan dipengaruhi oleh tindakan dan kebijakan organisasi. Pada dasarnya ini merupakan fungsi inteligen organisasi. Fungsi ini menyediakan dasar untuk semua langkah dalam proses pemecahan masalah atau problem dengan menentukan “Apa yang sedang terjadi saat ini?”
2.    Perencanaan dan pemrograman. Informasi yang dikumpulkan dalam langkah pertama digunakan untuk membentuk keputusan tentang program publik, strategi tujuan, tindakan, dan komunikasi, kebijakan dan program komunikasi. Langkah kedua ini merupakan jawaban dari pertanyaan “Berdasarkan apa yang kita ketahui tentang situasi, dan apa yang harus kita lakukan atau apa yang harus kita ubah, dan apa yang harus kita katakan?”
3.    Mengambil tindakan dan berkomunikasi. Langkah ketiga adalah mengimplementasikan program aksi dan komunikasi yang didesain untuk mencapai tujuan spesifik untuk masing-masing publik dalam rangka mencapai tujuan program. Pertanyaan dalam langkah ini adalah “Siapa yang harus melakukan dan menyampaikannya, dan kapan, di mana, dan bagaimana caranya?”
4.    Mengevaluasi program. Langkah terakhir dalam proses ini adalah melakukan penilaian atas persiapan, implementasi, dan hasil program. Penyesuaian akan dilakukan bersamaan dengan program yang diimplementasikan, dan didasarkan pada evaluai atau umpan balik (feedback) tentang bagaimana program itu berhasil atau tidak. Program akan dilanjutkan atau dihentikan setelah menjawab pertanyaan “Bagaimana keadaan kita sekarang atau seberapa baik langkah yang telah kita lakukan?”
Masing-masing langkah adalah penting, namun proses itu dimulai dengan pengumpulan data untuk mendiagnosis problem. Informasi dan pemahaman yang terbentuk di langkah pertama akan mendorong dan memandu langkah berikutnya dalam proses manajemen Public Relations. Dalam praktiknya, tentu saja, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi tidak dapat dipisahkan secara tegas seperti itu, sebab proses ini berkelanjutan dan bersifat siklis dan diaplikasikan dalam seting yang dinamis.

LANGKAH PERTAMA
MENDEFINISIKAN PROBLEM (atau PELUANG)
PERNYATAAN PROBLEM
    Definisi Problem dimulai dengan melakukan penilaian dengan melakukan penilaian tentang adanya sesuatu yang salah, atau sesuatu yang seharusnya berjalan dengan lebih baik. Dalam hal ini terkandung gagasan bahwa tujuan organisasi adalah menyediakan kriteria untuk penilaian tersebut. Pernyataan tujuan menjadi basis untuk menentukan apakah ada problem atau kapan sebuah problem berpotensi muncul. Akan tetapi, setelah melakukan penilaian, proses menjadi tugas riset yang sistematis dan objektif yang dirancang untuk mendeskripsikan secara rinci dimensi-dimensi dari problem tersebut, faktor-faktor yang memperberat atau meringankan problem, dan publik yang terlibat atau terkena pengaruh situasi. Ringkasnya riset dipakai untuk menentukan “Apa yang sedang terjadi saat ini?”
Pernyataan problem yang berguna meringkas apa yang telah dipelajari tentang situasi problem: (1) Pernyataan problem ditulis dalam bentuk presnt tense (waktu sekarang), yang mendeskripsikan situasi yang terjadi saat ini, (2) Pernyataan problem mendeskripsikan situasi spesifik dan term yang bisa diukur, dengan memberi perincian dan pertanyaan berikut:
Apa suber persoalannya ?
Di mana problemnya ?
Kapan sesuatu itu menjadi problem ?
Siapa yang terlibat atau dipengaruhi ?
Mengapa ini menjadi perhatian organisasi dan publiknya ?
(3) Sebuah pernyataan problem tidak menyiratkan solusi atau menyebutkan siapa yang salah. Jika solusi dan penyebutan dicantumkan, maka strategi program akan terbatas, dan akan mirip strategi ikan sotong atau gurita yang menyemprotkan tinta ketika merespons situasi yang tidak beres. Contoh klasik dari pernyataan problem yang menyiratkan solusi adalah, “Persoalan kita di sini adalah problem komunikasi.” Komunikasi adalah bagian dari solusi tersebut, bukan problem.

Analisis Situasi
Pernyataan problem merupakan deskripsi ringkas tentang situasi, dan sering kali ditulis dalam kalimat atau paragraf yang pendek. Sebaliknya, analisissituasi adalah sekumpulan hal-hal yang diketahui tentang situasi, seperti sejarahnya, kekuatan yang memengaruhinya, dan mereka yang terlibat atau terpengaruh secara internal dan eksternal. Sebuah analisis situasi memuat semua latar belakang informasi yang diperlukan untuk menjelaskan dan mengilustrasikan secara detail makna dari sebuah pernyataan problem secara jelas dan spesifik.
Bagian dari faktor internal berhubungan dengan kebijakan, prosedur, dan tindakan organisasi yang berhubungan dengan situasi problem. Analisi situais tidak memulai dengan memberi perhatian pada publik atau dan faktor eksternal, melainkan pada pengkajian menyeluruh terhadap persepsi dan tindakan dari aktor-aktor kunci dalam struktur organisasi, dan pada proses unit organisasi yang relevan dengan problem, beserta sejarah keterlibatan organisasi. Analisis situasi internal juga mencakup “audit komunikasi” ─ dokumentasi sistematis atas kegiatan komunikasi perusahaan dengan tujuan memahami bagaimana organisasi berkomunikasi dengan publiknya. Seorang praktisi mendeskripsikan audit komunikasi sebagai berikut:
“Analisis lengkap terhadap komunikasi organisasi ─ internal dan/atau eksternal ─ yang dirancang “untuk mengambil gambaran” tentang kebutuhan komunikasi, kebijakan komunikasi, dan kemampuan komunikasi, serta untuk menemukan data yang dibutuhkan agar manajemen bisa membuat keputusan yang baik tentang tujuan masa depan komunikasi organisasi.”
Bagian esensial lain dari analisis situasi internal adalah selalu memperbarui almanak organisasi. File ini tidak hanya berfungsi sebagai referensi penting latar belakang organisasional saat menangani problem tertentu, tetpi juga memberikan informasi dan ide untuk pidato, pamflet, laporan khusus, pameran, dan permintaan media.
    Setelah membantu mengembangkan pemahaman situasi problem dari sisi rganisasional, seorang analis kemudian memfokuskan pada faktor eksternal, baik itu yang positif maupun negatif. Titik awalnya bisa berupa tinjauan sistematis atas sejarah situasi problem di luar organisasi. Analisis situasi juga membutuhkan studi detail terhadap siapa yang sekarang ini terlibat atau dipengaruhi dan bagaimana hal itu terjadi. Riset yang dilakukan oleh PR biasanya mencakup antara lain pengumpulan informasi tentang stakeholder: apa yang mereka tahu, bagaimana perasaan atau pandangan mereka, dan apa yang mereka lakukan berkenaan dengan problem.
“Analisis stakeholder” adalah proses mengidentifikasi siapa yang terlibat dan siapa yang dipengaruhi suatu situasi. Stakeholder adalah orang ─ dalam pengertian teori sistem ─ yang menjadi bagian dari sistem yang sama seperti organisasi. Mereka berhubungan secara interdependen dengan organisasi, yang berarti bahwa apa yang mereka tahu, rasakan, dan lakukan akan memengaruhi organisasi dan vice versa. Dalam rangka membangun dan mempertahankan hubungan yang saling menguntungkan, organisasi melakukan analisis stakeholder secara periodik untuk memonitor bagaimana kebijakan, prosedur, keputusan, tindakan, dan tujuan organisasi akan memengaruhi pihak lain. Kelompok stakeholder yang berbeda-beda dapat diurutkan berdasarkan sejauh mana masing-masing saling tergantung dengan organisasi dalam situasi problem tertentu.
Meriset stakeholder sebelum merencanakan strategi program berarti harus mengetes akurasi asumsi tentang siapa mereka, apa yang mereka tahu, bagaimana pandangan mereka tentang situasi, bagaimana mereka terlibat atau dipengaruhi, informasi apa yang mereka anggap penting, bagaimana mereka menggunakannya, dan bagaimana mereka mendapatkan informasi. Dengan memiliki informasi ini maka perencanaan program baru bisa menulis tujuan untuk masing-masing publik dan menyusun strategi untuk mencapainya. Menaikkan pemahaman tentang stakeholder akan membantu mengetahui informasi yang mereka butuhkan dan gunakan, jadi pemahaman ini membantu praktisi PR untuk mengembangkan isi pesan yang tepat. Meriset pola komunikasi dan preferensi media mereka akan membantu praktisi untuk memilih strategi media yang paling efektif dan efisien untuk menyampaikan pesan itu.
Peran Riset Dalam Perencanaan Strategis
    Monitoring lingkungan sosial bukan hanya satu-satunya langkah pertama dalam proses ini, ini adalah tugas yang paling sulit. Survei terhadap para praktisi selalu menunjukkan bahwa training riset berada di urutan teratas dari kebutuhan profesional untuk menempuh pendidikan yang berkelanjutan. Survei juga menunjukkan bahwa praktisi sering kali mengatakan bahwa mereka tidak melakukan riset lebih banyak karena kekurangan dana dan kurangnya waktu. Namun, penjelasan yang lebih baik tentang mengapa begitu sedikitnya riset dalam PR adalah karena kombinasi dua hal: (1) kurangnya pemahaman tentang bagaimana cara melakukan dan menggunakan riset dan (2) banyak pimpinan dan klien PR memandang bahwa riset tidak dibutuhkan. Saat masih kuliah, hanya sedikit praktisi yang mempelajari metode riset atau menganggap bahwa riset akan menjadi bagian dari pekerjaan profesional mereka. Setelah mereka mulai berpraktik profesional, mereka tidak mendapat banyak tekanan dari atasan atau klien yang tidak mau memberi dana riset. Seperti dikatakan oleh seorang eksekutif PR dalam sebuah survei PR Ketchum, “Persoalannya bukanlah pada metodologi riset, tetapi pada ketidakmampuan atau kemalasan profesional PR yang lebih suka menggunakan intuisi dan pengalaman mereka.”
    Tanpa riset, praktisi PR tidak leluasa dalam mengatakan bahwa mereka tahu situasi dan bisa merekomendasikan situasi. Dengan riset dan analisis, mereka bisa menyajikan dan mengajukan proposal yang didukung oleh bukti dan teori. Dalam konteks ini, riset adalah pengumpulan informasi secara sistematis untuk mendeskripsikan dan memahami situasi dan untuk mengecek asumsi tentang publik dan koneskuensi PR. Ini adalah alternatif ilmiah untuk intuisi dan otoritas. Tujuan utamanya adalah mengurangi ketidakpastian dalam pembuatan keputusan. Kendati tidak bisa menjawab semua pertanyaan atau memengaruhi semua keputusan, riset yang sistemastis dan metodis adalah dasar dari PR yang efektif.

METODE INFORMAL DAN “EKSPLORASI”
Metode informal masih mendominasi riset PR, meskipun metode ilmiah yang sudah maju sudah tersedia. Tetapi metode informal dapat berguna , jika praktisi PR mengakui kelemahan dan tujuannya. Problem utama ─ sampel representasi yang tak dikenal ─ berhasil dari sampel itu dipilih. Persoalannya adalah sejauh mana hasil dari sampel itu merepresentasikan orang selain orang-orang yang darinya informasi dikumpulkan. Misalnya, hasilnya mungkin hanya merepresentasikan opini dari minoritas vokal ketimbang mayoritas.
Jika dilihat sebagaimana metode yang baik untuk mendeteksi dan mengeksplorasi situasi suatu problem dan untuk uji awal riset dan strategi program, maka metode informal sangat berguna. Jika hasilnya dipakai sebagai basis untuk perencanaan dan evaluasi program, maka metode ini tidak banyak gunanya. “Eksplorasi” merupakan sifat dari metode informal.

Kontak Personal
    Pada tahun 1893 Lord Bryce mengatakan, “Cara terbaik di mana tendensi dalam kerja di dalam komunitas dapat diungkapkan dan diperkirakan adalah dengan meneliti secara bebas dalam semua jenis dan kondisi orang.” Politisi telah lama menggunakan cara ini, keahlian dalam memperbesar kesadaran, opini, dan sikap orang telah dan selalu dianggap sebagai kualifikasi utama profesionalitas PR.

Informan Kunci
    Pendekatan ini dilakukan dengan memilih dan mewawancarai pimpinan yang punya banyak pemahaman dan pengalaman. Wawancara biasanya dilakukan dalam bentuk diskusi terbuka dimana individu yang telah dipilih diminta untuk berbicara tentang suatu problem atau isu menurut pendapat mereka sendiri. Karena wawancara mendalam dengan informan kunci membutuhkan waktu lama dan memerlukan analisis isi yang lengkap, maka teknik ini hanya diterapkan pada individu dalam jumlah terbatas. Wawancara mendalam dengan informan kunci sering kali bisa mendapatkan peringatan dini tentang adanya isu penting.

Kelompok Fokus dan Forum Komunitas
    Selain kotak personal dan informan utama, praktisi PR biasanya bertanya kepada suatu kelompok untuk mendapatkan ide dan umpan balik. Cara ini bisadilakukan dengan banyak cara, mulai dari pertemuan terbuka di balai kota sampai ke pertemuan kelompok fokus yang sangat terstruktur dan direkam, sebuah teknik yang biasanya dipakai dalam riset PR dan Marketing. Praktisi menggunakan kelompok fokus dan forum komunitas untuk mengeksplorasi bagaimana orang akan bereaksi terhadap suatu proposal dan untuk mendapatkan informasi yang berguna untuk menyusun kuesioner yang akan dipakai dalam metode riset formal. Kadang-kadang dalam dialog di antara peserta yang kadang “panas” akan muncul pandangan yang tak terduga. Riset menyebut informasi ini sebagai “temuan tak terduga”, namun reaksi tsk terduga inilah yang barangkali merupakan alasan alasan terbaik untuk menggunakan metode riset informal ini. Lebih baik mengetahui hal-hal semacam itu sebelum melangkah ke survei lapangan dan uji program secara lengkap.

Komite dan Dewan Penasihat
    Komite kerja, panel, atau dewan penasihat sering kali lebih berguna ketimbang sesi atau diskusi kelompok, terutama untuk program dan isu jangka panjang. Dalam beberapa kasus, kelompok seperti itu dapat berfungsi sebagai mekanisme umpan balik untuk mendeteksi perubahan yang mungkin terjadi dalam opini tentang suatu isu, bahkan sebelum perubahan itu muncul di dalam jajak pendapat dan survei. Akan tetapi, ada risiko dalam menggunakan komite dan dewan penasihat. Nasihat mereka harus dipertimbangkam, sebab jika tidak metode ini akan merugikan. Anggota dewan akan segera tahu apabila mereka hanya dijadikan pajangan atau dipamerkan untuk menunjukkan bahwa organisasi memerhatikan masukan komunitas. Gunakanlah komite penasihat hanya ketika motivasi utamanya adalah untuk mendapatkan masukan dan petunjuk secara reguler, dan siap untuk menindaklanjuti masukan itu. Komite ini adalah salah satu cara yang bisa dipakai praktisi PR untuk memenuhi kewajiban pelayanan publiknya sebagai profesional.

Ombudsman dan Pejabat Ombuds
    Pejabat Ombud dalam organisasi adalah seseorang yang mendengarkan keprihatinan dari publik internal organisasi. Orang ini mungkin juga bertugas mereview kebijakan organisasi dan memediasi perselisihan antar organisasi dengan karyawannya. Istilah ombudsman diciptakan ketika pemerintah Swedia membentuk jabatan ini pertama kalinya pada tahun 1731. Bertambahnya kekecewaan terhadap garis komunikasi ke manajer dan birokrat telah membuat makin banyak agen pemerintah mengadopsi metode pengumpulan informasi informal ini Di banyak organisasi, konsep ini terbukti berguna dalam memberikan umpan balik dan ide untuk memecahkan problem saat problem itu masih bisa dikelola. Ada dua jenis ombudsman yang dugunakan, Satu, yang berakar pada konsep aslinya, bertugas meneliti dan memecahkan problem. Kedua, yang betugas menjauhkan problem, seringkali hadir untuk melindungi birokrasi dan dibentuk hanya untuk menciptakan kesan ilusi bahwa suatu organisasi itu responsif. Yang pertama punya otoritas independen untuk menindaklanjutikeluhan, sedangkan yang kedua hanya memfasilitasi komunikasi dan harus mendapat izin dari pihak lain untuk melaksanakan perbaikan.
    Dalam masing-masing seting, ombudsman menyediakan carfa efektif untuk memfasilitasi manajemen untuk lebih menyadari reaksi dan pandangan publik. Jika dipakai dengan benar dan diawaki oleh staf yang kompeten, posisi obudsman dapat menjadi sarana penting untuk mendapatkan umpan balik organisasional dan untuk membantu orang mendapatkan solusi atas problem merka. Tetapi karena metode ini mencari informasi dari orang-orang yang mencari peluang untuk menyampaikan keluhannya, maka metode ini juga termasuk metode informal dalam mengumpulkan informasi. Meskipun metode ini dapat membantu mengidentifikasi dan mendeteksi problem potensial, maka informasi yang dikumpulkan oleh ombudsman tidak bisa secara akurat mendeskripsikan frekuensi atau distribusi problem di kalangan kelompok yang lebih besar, terutama di kalangan yang kurang vokal.

Saluran Telepon Bebas
    Nomor bebas pulsa berawal 800 biasanya dipakai untuk mendapatkan umpan balik langsung dan untuk memonitor keluhan dan kepentingan berbagai publik. Jhonson & Jhonson meneliti panggilan telepon selama kepanikan konsumen karena ada tujuh korban tewas yang diakibatkan oleh Tylenol yang diracuni sianida. Panggilan telepon ini bukan hanya memberi kesempatan kepada perusahaan untuk merespons konsumen, tetapi juga memperbarui informasi reaksi dan perhatian publik secara terus-menerus. Perusahaan juga mengakui manfaat dari pemberian akses kepada konsumen agar bisa  berhubungan dengan organisasi dan menjawab pertanyaan secara langsung. Dengan melakukan ini, hotline konsumen menyediakan umpan balik dan masukan dari konsumen tentang produknya, layanannya, fasilitasnya, dan karyawannya. Agar efektif saluran telepon bebas ini harus dipakai dengan benar dan jujur.

Analisis Surat
    Cara hemat lainnya untuk mengumpulkan informasi adalah analisis periodik atas surat yang masuk. Korespondensi stakeholder akan menyediakan kebutuhan informasi tentang apa yang disukai dan tidak disukai stakeholder akan menyediakan kebutuhan informasi tentang apa yang disukai dan tidak disukai stakeholder. Tetapi penulis surat cenderung lebih banyakl kritik kietimbang memuji. Surat bisa berfungsi sebagai peringatan dini tentang adanya keluhan atau problem dalam hubungan, tetapi surat tidak merefleksikan berbagai opini publik atau pandangan publik tertentu. Sifat eksploratif dari analisis surat membuat informasi dari metode ini berguna untuk mendeteksi perhatian dan problem sebelum semuanya menyebar luas. Mereka yang merasa berkepentingan dan menulis surat atau e-mail nungkin tidak mewakili seluruh publik, tetapi tindakan mereka mungkin segera diikuti oleh yang lainnya.

Sumber Online dan Laporan Lapangan
    Teknologi komunikasi baru telah menciptakan peluang bagi kawan dan lawan untuk berbicara satu sama lain, juga tentang organisasi, sebab, dan kejadian. Praktisi PR yang mewaspada kini juga memonitor apa yang dikatakan organisasi mereka lewat saluran online. Rumor di internet berpotensi memengaruhi negosiasi, menarik perhatian pembuat aturan, menaikkan atau menurunkan harga saham, dan meningkatkan atau menurunkan penjualan. Akibat pesan di Internet, reputasi organisasi bisa terancam, cabangnya bisa merugi, dan kemampuan mendapatkan laba akan menurun.
    Selain itu juga cara yang bisa diandalkan untuk menggali informasi adalah dengan meneliti laporan lapangan. Banyak organisasi memiliki agen distrik, wakil di lapangan, atau perekrut yang tinggal di wilayah yang dilayani organisasinya. Agen-agen ini harus dilatih untuk mendengarkan dan mengamati dan diberi cara pelaporan observasi mereka. Dengan cara ini mereka bisa bekerja sebagai mata dan telinga organisasi.

METODE FORMAL
    Tujuan dari metode informal dan formal adalah mengumpulkan informasi yang akurat dan bermanfaat. Metodeformal di dsain untuk megumpulkan data dari sampel ilmiah. Metode formal menjawab pertanyaan tentang situasi yang tidak dapat dijawab secara memuaskan dengan menggunakan pendekatan informal. Tetapi ada risiko bahwa praktisi periset akan lebih memerhatikan metode yang dipakai ketimbang tujuan studinya. Namun metode formal berguna hanya jika persoalan riset dan tujuan didefinisikan dengan jelas sebelum desain riset dipilih. Jika dilakukan dengan benar, setiap pendekatan formal dapat memberikan informasi yang mendeskripsikan fenomena dan situasi di dalam rentang akurasi dan kesalahan yang bisa diterima. Pendekatan ini juga memungkinkan untuk menggunakan statistik inferensial, proses penggunaan data dari sampel untuk memperkirakan karakteristik populasi. Dengan kata lain, metode formal sistematis memungkinkan praktisi PR untuk membuat pernyataan yang akurat tentang publik berdasarkan bukti yang diambil dari sampel ilmiah. Manajer PR yang sukses tahu betul tentang metode riset formal dan satatistik.

Analisis Sekunder dan Database Online
    Analisis sekunder menggunakan kembali data yang telah dikumpulkan oleh orang lain, yang sering kali untuk tujuan yang berbeda. Banyak organisasi komersial dan pemerintah melakukan survei nasional, regional, dan lokal. Beberapa dari survei ini melacak isu dan tren. Publikasi khusus dan jurnal akademik secara teratur memublikasikan data riset. Banyak riset dilakukan untuk menjawab pertanyaan yang sebelumnya dijawab oleh periset yang kompeten dan mereview oleh dewan editorial ahli. Pencarian online kini memudahkan dan memurahkan pencarian literatur riset untuk studi pada topik tertentu. Sebelum mendesain dan melakukan riset sebaiknya mengeksplorasi terlebih dahulu kemungkinan bahwa telah ada orang lain yang melakukan dan memublikasikan hasilnya. Beberapa database yang sangat sering digunakan antara lain Lexis-Nexis, Dun and Bradstreet, Dow Jones News/Retrieval, Newsnet, Data Times, Wise Wire, News Sites, dan Burele’s Broadcast Database (semuanya adalah nama brand). Praktisi PR menggunakan layanan ini untuk mengakses dan mencari berita dan publikasi teknis, pelayanan informasi bisnis, riset bisnis, laporan keuangan, catatan pemerintah, dan transkrip siaran.

Analisis Isi
    Analisis isi adalah aplikasi prosedur sistematis untuk menentukan secara objektif apa yang dilaporkan dalam media. Kliping pers dan laporan monitor siaran, semua tersedia dari layanan komersial, telah lama dipakai sebagai basis untuk analisis isi. Analisis isi itu mengindikasikan hanya apa-apa yang dicetak dan disiarkan, bukan apa-apa yang dibaca dan didengar. Dan analisis isi tidak mengukur apakah audien memahami atau percaya pada isi pesan itu atau tidak.

Survei
    Survei adalah penelitian sistematis terhadap bagian populasi yang dikaji. Survei dilakukan dengan banyak cara, antara lain melalui surat, via telepon, dan online. Kememadaian metode yang dipakai akan tergantung pada prosedur sampling yang dipakai, pertanyaan yang diajukan, dan bagaimana pertanyaan itu diajukan.

LANGKAH KEDUA
PERENCANAAN DAN PEMROGRAMAN
    Setelah problem atau peluang PR didefinisikan melalui riset dan analisis, praktisi harus menyusun sebuah strategi untuk mengatasi problem atau memperbesar peluang tersebut. Ini adalah perencanaan dan pemrograman ─ membuat keputusan strategis mendasar tentang apa yang akan dilakukan, dan dengan langkah apa, dalam rangka mengantisipasi problem atau peluang. Efektifitas taktik yang digunakan dalam langkah selanjutnya ─ mengambil tindakan dan berkomunikasi ─ akan tergantung pada perencanaan yang baik yang akan dilakukan pada langkah kedua ini. Tetapi banyak praktisi PR tidak meluangkan waktu untuk memberi perhatian yang cukup bagi perencanaan, mereka hanya melakukan “perencanaan semu” (pseudoplanning).

PEMIKIRAN STRATEGIS
    Pemikiran strategis adalah memprediksikan atau menentukan tujuan masa depan yang diharapkan, menentukan kekuatan apa yang akan membantu atau mengahalangi upaya mengejar tujuan, dan merumuskan rencana untuk mencapai keadaan yang diharapkan tersebut. Tetapi, seperti dikatakan Presiden Dwight D. Eisenhower saat dia memimpin pasukan AS selama Perang Dunia II di Eropa: “Rencana itu bukan apa-apa. Rencana adalah segalanya!” Ketika merencanakan sebuah program, organisasi berarti membuat keputusan untuk esok hari pada hari ini. Kurang memerhatikan langkah perencanaan strategis dalam proses PR mungkin menghasilkan program yang justru menimbulkan kontroversi ketimbang memecahkan masalah, membuang-buang uang, atau justru menimbulkan kesalahpahaman dan kebingungan ketimbang kejelasan dan pemahaman.

PR Sebagai Bagian dari Pemikiran Strategis
    Definisi strategi yang memuat esensi pemikiran strategis dan ekspektasi manajemen adalah: “Strategi dapat didefinisikan sebagai penentuan tujuan dan sasaran usaha jangka panjang, dan adopsi upaya pelaksanaan dan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.”
    Strategi tingkat korporat menyediakan tujuan dan arah bagi operasi divisi-divisi perusahaan atau organisasi. Strategi level bisnis menentukan tujuan dan arah untuk masing-masing divisi, masing-masing unit atau, dalam organisasi yang terdiversifikasi, setiap bisnis. Dalam mode perencanaan, startegi berbentuk perencanaan sistematis dan pedoman untuk menjalankan strategi level korporat dan level bisnis. Dalam mode evolusioner, strategi berkembang dari waktu ke waktu, merepresentasikan pola keputusan yang merespons kesempatan dan ancaman dalam lingkungan. Mode perencanaan merupakan model yang lebih disukai, namun mode evolusioner kini makin diterima sebagai pendekatan yang lebih pas untuk menangani organisasi dan lingkungan yang berubah cepat. Karenanya, rencana yang memuat tujuan dan strategi ─ termasuk komponen PR ─ menjadi dokumen dinamis yang merefleksikan pendekatan sistem terbuka.
    Berbagai temuan riset dipakai sebagai basis perencanaan strategis untuk mendapatkan PR yang efektif. Studi lainnya menyimpulkan bahwa penggunaan pemikiran strategis dan evaluasi program berkolerasi dengan banyaknya pelajaran ilmu sosial, statistik, dan komputer yang diambil oleh praktisi. Pendekatan intuitif tidak berkolerasi dengan dengan studi ilmu sosial atau statistik dan berkolerasi negatif dengan pelajaran komputer. Lebih jauh, makin banyak praktisi yang melakukan berbagai jenis riset, makin mungkin mereka menangani pekerjaannya sebagai manajer dan terlibat dalam pembuatan keputusan manajemen. Seperti yang dikatan sorang praktisi PR, “jika Anda tidak punya informasi, maka Anda tidak akan diundang untuk rapat (manajemen).”

Ekspektasi Manajemen
    Di banyak organisasi, manajemen puncak membatasi partisipasi PR dalam pembuatan keputusan manajemen. “Banyak orang-orang PR berkhayal mereka berperan dalam perencanaan strategis, tetapi hanya sedikit yang benar-benar terlibat sungguhan,” demikian menurut seorang pemimpin di perusahaan PR besar. Untuk merespons ekspektasi manajemen ini praktis perlu berpikir melampaui batas-batas PR dengan melakukan analisis dan memahami kebutuhan dan perhatian dari unit-unit operasional. Ringkasnya, manajer lini mengharapkan upaya PR untuk membantu  mencapai tujuan organisasional, atau meminjam kalimat beberapa manajer,” memengaruhi untung rugi perusahaan.”
Di era globalisai yang erat kaitannya dengan komunikasi komputer instan dan database online, menggunakan prasangka dan mengulang masa lalu sebagai basis perencanaan bukanlah zamannya lagi. Pihak lain dalam organisasi mungkin membuat keputusan strategis berdasarkan data dan pertimbangan finansial, hukum atau teknis. Adalah tanggung jawab praktisi PR untuk mengantisipasi dampak dari keputusan-keputusan itu terhadap berbagai kelompok stakeholder. Meminjam kalimat eksekutif perusahaan telepon, “Kami memimpin kelompok manajemen isu yang berfungsi sebagai peringatan dini untuk korporasi.” Penerimaan PR dalam proses perencanaan strategis di berbagai perusahaan di seluruh dunia menurutnya adalah berkat penelitian lingkungan dan “konseling ke depan” yang mereka berikan. Dia menyimpulkan, “Atau dengan kata lain, kami membantu merencanakan parade, bukan sekedar membawa sekop di belakang parade.”
Perencanaan yang cermat dengan mengantisipasi perkembangan yang dapat dilihat lebih mungkin untuk menghasilkan hal-hal sebagai berikut:
1.    Program terpadu di mana keseluruhan upaya akan menghasilkan pencapaian yang pasti untuk tujuan spesifik.
2.    Meningkatkan partisipasi dan dukungan manajemen.
3.    Program yang lebih positif, bukan defensif.
4.    Pertimbangan yang cermat terhadap pemilihan tema, timing, dan taktik.
Meskipun manfaat sangat perencanaan sangat jelas dan diakui luas, namun dalam PR langkah ini kurang diperhatikan. Berikut ini adalah rintangan utamanya:
1.    Keengganan atasan dan klien untuk memasukkan praktisi ke dalam pembahasan kebijakan dan program, ini sering kali disebabkan oleh kurangnya kepercayaan kepada pejabat atau konselor PR.
2.    Tiadanya sasaran yang disepakati bersama untuk mengimplementasikan program PR
3.    Waktu yang kurang karena tekanan untuk mengatasi problem sehari-hari.
4.    Frustasi dan penundaan yang dihadapi yang dihadapi praktisi dalam memberikan penjelasan internal dan dalam berkoordinasi dengan departemen lain.

MANAJEMEN STRATEGIS
    Perencanaan strategis dalam PR melibatkan pembuatan keputusan tentang tujuan dan sasaran, mengidentifikasi publik kunci, menentukan kebijakan atau aturan untuk memandu pemilihan strategi, dan menentukan strategi. Harus ada kaitan erat antara tujuan program keseluruhan, sasaran yang ditentukan untuk masing-masing publik, dan strtegi yang dipilih. Poin utamanya adalah bahwa strategi dipilih untuk mencapai hasil tujuan tertentu (sebagaimana dinyatakan dalam tujuan atau sasaran). Di lain pihak, jika Anda tidak peduli pada tujuan, rute mana pun akan sampai kesana.
    Langkah-langkah proses perencanaan dan pemrograman :
1.    Mendefinisikan peran dan misi. Menentukan sifat dan cakupan kerja yang akan dilakukan.
2.    Menentukan are hasil utama. Menentukan di mana tempat menginvestasikan waktu, energi, dan bakat.
3.    Mengidentifikasi dan menspesifikasikan indikator efektivitas. Menentukan faktor yang dapat diukur sebagai dasar penentuan sasaran.
4.    Memilih dan menentukan sasaran. Menentukan hasil yang dicapai.
5.    Menyiapkan rencana aksi. Menentukan bagaimana mencapai sasaran spesifik.
•    Pemrograman. Menentukan urutan tindakan dalam mencapai sasaran.
•    Penjadwalan. Menentukan waktu yang diperlukan untuk langkah-langkah aksi dan sasaran.
•    Anggaran. Menentukan dan menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai sasaran.
•    Menetapkan akuntabilitas. Menentukan siapa yang akan mengawasi pencapaian sasaran dan langkah-langkah aksi.
•    Mereview dan merekonsiliasi. Mengetes dan merevisi rencana tentatif, jika diperlukan, sebelum melakukan aksi.
6.    Menetapkan kontrol. Memastikan pencapaian sasaran secara efektif.
7.    Berkomunikasi. Menentukan komunikasi organisasi yang diperlukan untuk mencapai pemahaman dan komitmen dalam enam langkah sebelumnya.
8.    Implementasi. Memastikan kesepakatan di antara orang-orang penting tentang siapa dan apa yang dibutuhkan untuk upaya itu, pendekatan apa yang paling baik, siapa yang perlu dilibatkan, dan langkah aksi apa yang perlu diambil segera.

Pernyataan Misi
    Kebanyakan organisasi punya pernyataan tujuan dan sasaran tertulis, baik itu jangka panjang  maupun jangka pendek. Tujuannya adalah untuk menyatakan secara ringkas alasan mengapa organisasi eksis. Pernyataan misi biasanya memberikan komitmen pada kewajiban warga dan tanggung jawab sosial. Pernyataan misi sering kali menyebutkan sikap organisasi dalam menghadapi karyawannya, anggotanya, kliennya, tetangganya, dan donornya. Pernyataan itu mungkin menyatakan sikap organisasi terhadap regulasi pemerintah atau isu lingkungan, menjelaskan bagaimana perusahaan itu mengukur kemajuan sendiri, dan sebagainya. Ringkasnya, pernyataan misi adalah pernyataan idealistik dan inspirasional yang didesain untuk memberi kepada pihak-pihak di dalam organisasi sebuah pemahaman tentang tujuan dan arah organisasi.
    Namun pernyataan misi tanpa komitmen dan dukungan manajemen, hanya akan menjadi pemanis bibir belaka. Tantangannya adalah menanamkan sense of mission, standar nilai, dan perilaku di seluruh organisasi. Setiap organisasi harus mendefinisikan misi masing-masing yang unik, menyesuaikan strategi dan nilainya, dan menciptakan kulturnya sendiri.
    Pernyataan misi untuk fungsi PR berdasarkan pernyataan misi organisasi. Biasanya misi PR adalah membantu organisasi mencapai misinya dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:
1.    Mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang perubahan pengetahuan, opini, dan perilaku publik utama dan kelompok stakeholder.
2.    Berfungsi sebagai sumber sentral informasi tentang organisasi dan sebagai saluran komunikasi resmi antara organisasi dengan publiknya.
3.    Mengkomunikasikan informasi signifikan, opini, interpretasi agar publik dan stakeholder lainnya mengetahui kebijakan dan aksi organisasionalnya.
4.    Mengoordinasikan aktivitas-aktivitas yang memengaruhi hubungan organisasi dengan publik dan kelompok stakeholdernya.
Selama aktivitas dan misi organisasi ini terkait dengan tujuan dan sasaran yang bisa diukur, maka PR adalah bagian dari manajemen. Agar organisasi menjadi dewasa, PR harus mengemban fungsi utama, bukan sekedar sampingan, dan PR harus mendapatkan persetujuan manajemen.

Management by Objectives (MBO)
    MBO kini beroperasi di dua level hasil: tujuan dan hasil. Tujuan (goal) adalah pernyataan ringkas yang menyebutkan keseluruhan hasil dari suatu program. Program tersebut mungkin melibatkan banyak bagian yang berbeda dari suatu organisasi dan juga menggunakan strategi yang berbeda-beda. Tujuannya menyatakan apa yang hendak dicapai melalui suatu upaya terpadu dan kapan tujuan itu akan dicapai. Tujuan menentukan apa yang akan dicapai apabila sasaran untuk masing-masing publik tercapai. Sasaran (objective) adalah hasil pengetahuan spesifik,opini tertentu, dan perilaku spesifik yang hendak dicapai untuk masing-masing publik sasaran yang telah didefinisikan dengan  jelas, yang oleh beberapa pihak dinamakan “hasil utama.” Kriteria hasil adalah efek program yang dapat diukur akan dicapai pada waktu yang telah ditentukan. Dalam praktiknya, sasaran berfungsi sebagai berikut:
1.    Memberi fokus dan arah untuk pengembangan strategi dan taktik program.
2.    Menyediakan pedoman dan motivasi bagi pihak yang mengimplementasikan program tersebut.
3.    Menyebutkan kriteria untuk memonitor kemajuan dan menilai dampaknya.
Strategi dan Takik
    Istilah strategi dan taktik sering kali dikasukan. Strategi, yang dipinjam dari istilah militer adalah keputusan penting pada masa perang, seperti apakah akan menggunakan misi atau pemboman udara. Strategi merepresentasikan rencana permainan keseluruhan. Taktik adalah keputusan yang dibuat selama jalannya perang. Taktik merepresentasikan keputusan dilapangan yang dibutuhkan karena perkembangan setelah rencana strategis diimplementasikan. Karenanya, Taktik adalah keputusan atau tindakan yang dilakukan agar strategi sesuai dengan kenyataan dan situasi medan perang. Akan tetapi dalam praktik PR, strategi biasanya mengacu pada konsep, pendekatan atau rencana umum untuk program yang didesain guna mencapai tujuan. Taktik mengacu pada level operasional: kejadian aktual, media, dan metode yang dipakai untuk mengimplementasikan strategi.

MENULIS PROGRAM
    Menulis Program adalah sebuah tantangan tersendiri. Ketika program tampaknya sangat mendukung tujuan organisasi, atasan akan tahu bahwa praktisi PR telah memahami apa yang akan dikerjakan oleh pihak manajemen dan karenanya PR menjadi bagian dari tim manajemen. Tugas menulis program dan proposal jarang diberikan kepada staf baru. Akan tetapi, semua anggota harus memahami bagaimana proposal dan presentasi dikembangkan. Dengan mengetahui bagaimana program atau proposal dibuat, semua anggota organisasi akan lebih mampu melaksanakan tugas atau spesialisasi mereka ketika program itu diimplementasikan.

Rencana Program
    Rencana PR diawali dengan misi organisasi. Rencana itu berasal dari peran spesifik yang diserahkan kepada PR dalam bentuk misi PR. Rencana itu dikaitkan dengan temuan fakta. Urutan proses investigasi terdiri empat aspek analisis situasi:
1.    Pencarian ke belakang. Tidak ada organisasi, tidak ada problem, tidak ada kesempatan yang tidak punya sejarah. Mempelajari sejarah adalah langkah pertama.
2.    Pencarian melebar. Langkah selanjutnya adalah memantau opini publik terhadap organisasi.
3.    Pencarian ke dalam. Setiap organisasi punya karakter dan personalitas. Keduanya cenderung menjadi cermin dari orang-orang yang mengontrol organisasi melalui kepemilikannya, manajemen, suara, keanggotaan, kedudukan, atau melalui cara lainnya. Karakter dapat diketahui dengan memeriksa kebajikan yang ditentukan dan dengan meneliti apakah kegiatan sehari-hari sesuai dengan kebijakan itu.
4.    Pencarian jauh kedepan. Apakah misi organisasi dapat dicapai?.
Implementasi langkah-langkah ini banyak terbantu oleh kemajuan teknologi dan sumber daya.

Peran Teori Kerja
Peran Informasi => Perubahan Opini => Perubahan Perilaku
    Teori kerja tampak jelas ketika dinyatakan dalam bentuk sasaran untuk dua publik target. Setelah sasaran ditulis, perencanaan kemudian mengembangkan strategi dan taktik untuk mewujudkan hasil sebagaimana ditetapkan dalam sasaran. Jika selama implementasi atau setelah program hasil yang diharapkan tidak tercapai, maka perencanaan program harus meneliti apakah teori itu cacat atau implementasinya yang cacat.

Menulis Sasaran Program
    Pernyataan sasaran mengemukakan hasil utama yang harus diraih dalam kaitannya dengan setiap publik dalam rangka mencapai tujuan program keseluruhan. Dalam praktiknya, sasaran:
1.    Memberikan fokus dan arah bagi mereka yang menyusun strategi dan taktik program.
2.    Menyediakan pedoman dan motivasi bagi mereka yang ditugaskan mengimplementasikan program.
3.    Menyebutkan kriteria hasil yang akan dipakai untuk monitoring dan monitoring dan evaluasi program.
Sasaran juga mengkonkretkanteori kerja di balik program, baisanya dalam urutan kausal “belajar-rasakan-lakukan.” Sasaran program untuk masing-masing publik menspesifikasikan hasil yang diharapkan dan dalam urutan yang bagaimana, tanggal berapa, dan seberapa besar hasil itu dibutuhkan untuk mencapai tujuan program keseluruhan.

PERENCANAAN UNTUK IMPLEMENTASI PROGRAM
    Rencana, jika ingin berjalan secara efektif, harus dimonitor setiap langkahnya. Dibutuhkan persiapan dan dukungan lanjutan untuk memastikan hasil yang baik dari perencanaan dan pemrograman. Antisipasi dan mengikuti rencana sangat penting dalam PR sebagaimana dalam bidang olahraga.

Menulis Skenario Perencanaan
    Menulis skenario perencanaan adalah seni meramalkan dan mendeskripsikan berbagai kemungkinan keadaan masa depan. Dalam rangka perncanaan, skenario menyediakan pernyataan ringkasnya longitudinal atau seksional tentang masa depan. Para pembuat perkiraan (forecaster), yang bekerja di Rand Corporation pada tahun1950-an adalah orang-orang yang pertama kali menyebut “penulisan skenario” ketika mendeskripsikan pendekatan kualitatif mereka dalam memperkirakan masa depan. Proses ini berbeda dengan peramalan kuantitastif di mana perencana menyusun sejumlah prediksi masa depan sebagai basis untuk menyusun strategi, bukan berdasarkan proyeksi tunggal.
Asala mula penulisan skenario adalah model kualitatif. Dalam kenyataannya, perintis teknik ini mengatakan bahwa yang terpenting dari proses ini adalah “memikirkan problem” dan terlibat dalam “pemikiran sistematis.” Tujuannya adalah membantu klien mengantisipasi lebih dari satu kemungkinan keadaan masa dan merancang event yang sama sekali baru.

Mengantisipasi Bencana dan Krisis
    Tipe umum selama skenario perencanaan adalah mengantisipasi hal terburuk yang mungkin menimpa organisasi, ini adalah perencanaan krisis. Menurut seorang praktisi, rencana komunikasi krisis korporat yang efektif adalah penting, karena “ada masanya semua perusahaan pasti akan mengalami krisis produk atau krisis organisasional yang dapat mengancam kinerja mereka ─ atau mengancam masa depan mereka.” Krisis organisasional adalah kejadian berprobabilitas rendah tetapi berdampak besar yang mengancam keberadaan organisasi. Berikut adalah kriteria krisis:
1.    Krisis langsung ─ jenis krisis ini yang paling menakutkan ─ terjadi secara mendadak dan tidak terduga sehingga tidak ada waktu untuk melakukan riset dan perencanaan.
2.    Krisis yang baru muncul tidak secara langsung, yang memungkinkan dilakukannya riset dan perencanaan, namun krisis ini mungkin saja tiba-tiba meledak setelah beberapa waktu.
3.    Krisis berkepanjangan adalah krisis yang bertahan selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun meski sudah ada upaya keras dari manajemen untuk mnyelesaikannya.
Berikut adalah langkah-langkah untuk bersiap menghadapi krisis PR antara lain sebagai berikut:
1.    Mengidentifikasi hal-hal yang mungkin keliru dari dan menjadi sangat menonjol , menilai kerawanan diseluruh organisasi.
2.    Menetapkan prioritas berdasarkan kerawanan yang paling urgen dan paling mungkin terjadi.
3.    Menyusun pertanyaan, jawaban, dan resolusi untuk setiap skenario krisis potensial.
4.    Memfokuskan pada dua tugas terpenting ─ apa yang akan dilakukan dan apa yang akan dikatakan ─ selama masa-masa awal krisis setelah terjadinya sebuah krisis.
5.    Menyusun strategi untuk membatasi dan bereaksi-balik, bukan melakukan reaksi dan merespons.

LANGKAH KETIGA
MENGAMBIL TINDAKAN DAN BERKOMUNIKASI
    Langkah ketiga dalam proses manajamen mengarahkan program PR ke dalam implementasi. Tahap ini berlaku untuk pencarian fakta dan perencanaan strategis dan dua langkah sebelumnya. Setelah problem didefinisikan dan solusi dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah aksi dan komunikasi.

AKSI DAN KOMUNIKASI
    Menurut Harold Burson, PR telah memegang peran membantu organisasi menentukan bukan hanya apa yang akan dikatakan, tetapi juga apa yang akan dilakukan. Pada awal kemunculan-nya dan sampai 1960-an, PR hanyalah upaya menyusun dan pesan yang diberikan oleh manajemen. Manajemen bertanya pada PR, “Bagaimana saya mengatakannya?” Dalam merespons perubahan sosial pada tahun 1960-an, organisasi dan CEO-nya semakin bertanggung jawab atas berbagai isu publik dan isu seperti keamanan karyawan, kesetaraan kesempatan, dan isu lingkungan. Selain menanyakan bagaimana cara mengatakan sesuatu, manajemen juga bertanya pada PR, “Apa yang harus saya katakan?” Tetapi, sejak 1980-an, PR memasuki tahap ketiga, selain mengajukan pertanyaan komunikasi, manajemen kini mengajukan pertanyaan, “Apa yang akan saya lakukan?” Respons publik sangat cepat karena hadirnyateknologi komunikasi yang cepat diseluruh dunia. Teknologi komunikasi modern menutup jarak antara pesan dan perilaku sampai pada saat di mana keduanya hampir dianggap satu dan sama: Apa yang dilakukan organisasi dapat dilaporkan secepat apa yang dikatakan organisasi. Akibatnya, semua organisasi lebih membutuhkan PR atau Humas, dengan tujuan pertama membantu menentukan apa yang akan dilakukan, dan kemudian mengerjakan apa yang dikatakan dan bagaimana mengatakannya.

KOMPONEN AKSI DALAM STRATEGI
    Menurut adagium lama: ”Aksi berbicara lebih lantang ketimbang ucapan.” Tetapi banyak orang di manajemen, dan sayangnya, juga di beberapa bagian PR, memercayai mitos bahwa komuniksi saja sudah cukup untuk memecahkan hampir semua problem PR. Akan tetapi, biasanya problem PR berasal dari sesuatu yang telah dilakukan, bukan sesuatu yang yang telah dikatakan.

Bertindak Responsif dan Bertanggung Jawab
    Jika sesuatu yang dilakukan menyebabkan problem, maka harus ada yang dilakukan untuk memecahkan problem tersebut. Dengan kata lain, diperlukan tindakan korektif untuk menghilangkan sumber problem.

Tindakan Sebagai Respons Sistem Terbuka
    Tindakan PR adalah tindakan tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh departemen PR atau bagian lain dari organisasi. Strategi aksi biasanya mencakup perubahan dalam kebijakan, prosedur, layanan, dan perilaku organisasi. Perubahan ini didesain untuk mencapai tujuan program dan tujuan organisasi, sedangkan pad saat yang sama merespons kebutuhan dan kesejahteraan publik organisasi. Ringkasinya, tindakan korektif melayani kepentingan bersama dari organisasi dan publiknya.
    Strategi aksi berasal dari pengetahuan tentang bagaiman kebijakan, prosedur, aksi, dan output organisasi lainnya memberikan kontribusi kepad problem PR. Strategi aksi dikonsentrasikan pada penyesuaian atau adaptasi di dalam organisasi. Namun, sebuah kesempatan untuk mengimplementasikannya perubahan itu mensyaratkan agar pemimpin manajemen dan praktisi mendefinisikan PR sebagai sesuatu yang lebih sekedar publisitas dan komunikasi persuasif. Strategi aksi mempraktikan model sistem terbuka. Asumsi dasar pertama dalam pendekatan ini adalah bahwa perubahan sangat mungkin terjadi di dalam organisasi dan juga pihak publik organisasi. Asumsi lain dari pendekatan ini adalah bahwa perubahan itu terjadi di dalam hasil win-win solution, yang berarti kedua belah pihak dalam organisasi-publik sama-sama mendapay keuntungan. Asumsi ketiga yang melandasi strategi aksi ini ditunjukkan dalam kutipan “Bersihkan tindakan Anda, bukan hanya citra Anda.” Jika PR ingin berhasil dalam membentuk hubungan yang saling menguntungkan maka ia harus berpartisipasi dalam menyusun strategi aksi dan mengoordinasikannya dengan upaya komunikasi selanjutnya.

KOMPONEN KOMUNIKASI DARI STRATEGI
    Strategi aksi merupakan bagian utama dari program, tetapi hanya sebagian dari seluruh program PR yang tidak kelihatan di permukaan. Komunikasi yang biasanya merupakan komponen yang lebih tampak, berfungsi untuk menginterpretasikan dan dukungan strategi aksi.

Membingkai Pesan
    Prinsip pertama dari pembingkaian isi pesan untuk komunkasi adalah mengetahui dari dekat pandangan klien atau karyawan dan situasi problem. Prinsip kedua adalah mengetahui kebutuhan, kepentingan, dan perhatian dari publik sasaran. Meminjam dari kalimat seorang praktisi, “Bersikaplah cerdas dan pahami keadaan orang lain.”
Komunikasi yang efektif harus didesain agar sesuai dengan situasi, waktu, tempat, dan audien. Ini berarti pemilihan media dan teknik yang benar. Kemajuan teknologi dan media khusus telah menciptakan banyak banyak kemungkinan untuk melayani kebutuhan audien khusus. Praktisi dianjurkan untuk berpikir secara terbatras dan terperinci ketika mereka ingin memodifikasi atau memobilisasi opini. Tidak ada komunikasi atau tindakan yang dapat diterapkan pada berbagai situasi begitu saja hanya karena sebelumnya telah sukses dipakai dalam situasi lainnya. Komunikasi pada satu sisi jarang yang cocokuntuk situasi lain atau bahkan komunikasi itu mungkin ketinggalan zaman. Berikut adalah teknik yang sudah teruji untuk membantu mengurangi diskrepansi antara posisi komunikator dengan sikap audien:
1.    Gunakan media yang paling dekat pandangannya dengan pandangan audien.
2.    Untuk topik komunikasi, gunakan sumber komunikasi yang berkredibilitas tinggi untuk audien.
3.    Kurangi perbedaan antara posisi komunikator dengan posisi audien.
4.    Cari kesamaan bahasa dan ungkapan dengan audien di area yang jauh dari isu.
5.    Bangun posisi komunikator sebagai opini mayoritas, dengan mendefinisikan dari mayoritas audien itu sendiri.
6.    Gunakan identifikasi kelompok audien apabila identifikasi itu akan membantu menghasilkan respons positif. Sebaliknya juga berlaku.
7.    Modifikasi pesan agar sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Semantik
    Semantik adalah ilmu tentang arti kata-kata. Bahasa senantiasa berubah, selalu muncul kata baru (seperti faxed) dan kata yang sudah tidak lagi dipakai (seperti groovy). Arti dari kata itu bisa berubah (seperti politically correct). Banyak kata lain mengandung banyak arti sehingga hampir tidak bermakna lagi (seperti bottom line dan strategic planning, menurut beberapa pihak di bidang PR). Orang-orang PR harus mampu memilih dan mentransmisikan kata ke berbagai audien sehingga kata-kata itu dapat dipahami oleh mereka. Renungkanlah kerugian yang diakibatkan oleh bahasa hukum yang menimbulkan kebingungan. Hal yang sama juga terjadi untuk bahasa dokter, pendidikan, militer, dan pemerintah. Masing-masing punya istilah tersendiri yang tidak mudah dipahami orang lain. Dan selain jargon ada slang, dialek, slogan, dan kata yang dilebih-lebihkan. Praktisi harus bekerja sama dengan rekannya di media massa, radio, dan televisi berdasarkan platform untuk membantu menjernihkan sesuatu untuk publik mereka.
    Selain itu kata mempunya dua jenis arti: denotatif dan konotatif. Denotatif berarti makna kamus pada umumnya, yang diterima oleh umum dan kebnyakan orang yang memiliki bahasa dan kultur yang sama. Konotatif  berarti makna yang tidak sebenarnya atau makna emosional dan evaluatif yang kita baca atau kita dengar dar kata berdasarkan pengalaman dan latar belakang kita, untuk contohnya adalah “adu domba”, dalam artian denotatif berarti salah satu kesenian tradisional Garut Jawa Barat dengan cara mempertontonkan pertarungan dua ekor domba jantan, sedangkan makna denotatif berarti taktik atau strategi untuk menghasud antar kelompok atau individu untuk saling membenci dan bahkan saling menghancurkan.

Simbol
    Salah satu komunikasi yang juga sering digunakan adalah simbol. Simbol menawarkan cara yang dramatis dan langsung untuk komunikasi dengan banyak orang di jalur komunikasi yang panjang. Simbol memainkan peran penting dalam PR dan program pengumpulan dana oleh agen-agen kesehatan dan kesejahteraan. Untuk salah satu contoh dalam penggunaan simbol adalah Bendera tanah air kita yang berwarna Merah dan Putih, yang melambangkan bahwa negara Indonesia diibaratkan sebagai jaringan tubuh yang sangat penting. Warna merah melambangkan darah yang mengalir didalam tubuh yang terus menerus mengalir ke seluruh tubuh, menggambarkan bahwa Indonesia itu adalah sebuah negara yang bisa mengayomi, merangkul, dan mensejahterakan seluruh rakyat didalamnya. Sementara warna putih melambangkan tulang yang menopang tubuh supaya bisa tetap tegak, menggambarkan bahwa Indonesia adalah tempat seluruh rakyatnya untuk bisa mencapai suatu keinginan dan cita-cita untuk mengharumkan dan membanggakan Indonesia di mata dunia agar bisa dilihat oleh mata dunia. Kedua ini tidak dapat dipisahkan sebagaimana dalam sistem jaringan tubuh makhluk hidup (manusia).

Rintangan dan Stereotip
    Hambatan memehami dan menjelaskan pesan ada di pihak komunikator dan audiennya. Ada rintangan sosial, rintangan usia, rintangan bahasa atau kosakata, serta rintangan ekonomi dan politik. Ada juga rintangan ras, rintangan dan distorsi yang menutup komunikasi tampak jelas dalam perbedaan antarkelompok etnis dan ras di masyarakat yang memiliki multikultural. Ada takanan kawan sebaya (peer pressure) dalam kelompok di mana “realitas” dibagi dan diinterpretasikan bersama. Juga ada rintangan yang sering dilupakan, yakni kemampuan atau kesediaan audien untuk menyerap pesan. Terakhir, ada persaingan untuk mendapatkan perhatian orang di arena publik yang makin bising ini. Namun rintangan bukan hanya satu-satunya hambatan dalam komunikasi. Dalam komunikasi, tidak ada yang lebih menyulitkan ketimbang kenyataan bahwa kebanyakan audien media massa punya akses terbatas terhadap fakta. Dengan akses terbatas, dan dengan beberapa informasi yang cenderung lebih membingungkan ketimbang menjelaskan, orang sangat mengandalkan pada stereotip, dan itu merupakan hambatan dalam komunikasi. Karena spesifik dan signifikan menjadi sesuatu yang umum atau digeneralisir.

Menyebarkan Pesan
    Difusi adalah proses penyebaran ide dan praktik ke anggotaan sistem sosial. Lima tahap dalam difusi:
1.    Pengetahuan. Orang mempelajari tentang inovasi itu.
2.    Persuasi. Pengadopsi potensial tertarik pada inovasi itu, mencari lebih banyak informasi dan mempertimbangkan manfaat inovasi baru itu secara umum.
3.    Keputusan. Pengadopsi potensial memutuskan untuk mengadopsi atau menolak inovasi setelah menimbang-nimbang manfaat bagi situsi.
4.    Implementasi. Mereka yang mau menerima inovasi itu akan mengaplikasikan.
5.    Konfirmasi. Adopsi akan dilanjutkan atau keputusan akan diubah berdasarkan evaluasi.
Dan semuanya itu ada peran media massa dalam membantu menyebarkan pesan.

Mempertimbangkan Kembali Proses
    Tiga elemen yang ada untuk semua upaya komunikasi adalah sumber pengirim (komunikator), pesan, dan tujuannya atau penerima (komunikasn). Kegagalan komunikasi dapat melibatkan satu atau lebih dari ketiga elemen itu. Komunikator harus punya informasi yang memadai. Komunikator harus punya kredibilitas di mata penerima. Komunikator harus mampu menyampaikan informasi dengan cara yang dapat dipahami penerima. Komunikator harus mampu menggunakan saluran yang akan menyampaikan pesan kepada penerimanya. Pesan harus sesuai dengan kapasitas pemahaman penerima dan relevan dengan kepentingan atau kebutuhan penerima. Terakhir, pesan harus memotivasi kepentingan penerima dan menimbulkan respons.

MENGIMPELEMNTASIKAN STRATEGI
1.    Credibility (kredibilitas). Komunikasi dimulai dengan iklim rasa saling percaya. Iklim ini dibangun melalui kinerja di pihak institusi, yang merefleksikan keinginan untuk melayani stakeholder dan publik.
2.    Context (konteks). Komunikasi harus sesuai dengan kenyataan lingkungan. Media massa hanyalah suplemen untuk ucapan dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Harus disediakan konteks untuk partisipasi dan umpan balik. Konteks harus mengonfirmasikan buakan menentang isi pesannya.
3.    Conten (isi). Pesan harus mengandung makna dari penerimanya dan harus sesuai dengan sistem nilai penerima. Pesan harus relevan dengan situasi penerima. Isi pesan menentukan audien.
4.    Clarity (kejelasan). Pesan harus diberikan dalam istilah sederhana.Kata harus bermakna sama menurut si pengirim dan si penerima. Isu yang kompleks dipadatkan ke dalam tema, slogan, atau stereotip yang mengandung kesederhanaan dan kejelasan. Semakin jauh akan dikirim, pesan itu seharusnya semakin sederhana.
5.    Continuity and Consistency (kontinuitas dan konsistensi). Komunikasi adalah proses tanpa akhir. Ia membutuhkan repetisi agar bisa masuk. Repetisi ─ dengan variasi ─ berperan untuk pembelajaran dan persuasi. Beritanya harus konsisten.
6.    Channel (saluran). Saluran komunikasi yang sudah ada harus digunakan, sebaliknya saluran yang dihormati dan dipakai oleh si penerima. Menciptakan saluran baru bisa jadi sulit, membutuhkan waktu, dan mahal. Saluran yang berbeda punya efek berbeda dan efektif pada tingkat yang berbeda-beda dalam tahap proses difusi informasi. Dibutuhkan pemilihan saluran yang sesuai dengan publik sasaran. Orang mengasosiasikan nilai yang berbeda pada berbagai saluran komunikasi.
7.    Capability of the audience (kapabilitas atau kemampuan audien). Komunikasi harus mempertimbangkan audien. Komunikasi akan efektif apabila tidak banyak membebani penerima untuk memahaminya. Kemampuan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti waktu, yang mereka miliki, kebiasaan, kemampuan membaca, dan pengetahuan yang telah mereka punyai.
Komunikasi dan aksi bukan tujuan, tetapi hanya sasaran mencapai tujuan. Tujuan PR adalah hasil yang disebutkan dalam tujuan dan sasaran program. Menilai efektivitas strategi program.

LANGKAH KEEMPAT
EVALUASI PROGRAM
MENGINTERPRETASIKAN DAN MENGGUNAKAN EVALUASI
    Evaluasi sumatif yang lengkap membutuhkan pengukuran pengukuran dampak program terhadap publik, organisasi, dan lingkungan kultural dan sosial mereka. Kompleksitas dan besarnya tugas ini mungkin sebagian menjelaskan mengapa hanya ada sedikit riset evaluasi yang dilakukan dalam program sistem tertutup yang mendominasi praktik PR. Menunjukan efek PR boleh jadi merupakan tugas sulit. Profesor dari Standford, Byron Reeves, meringkas persyaratan untuk menunjukkan efek program sebagai berikut:
1.    Pengetahuan materi stimulus.
2.    Kontrol atas aplikasinya.
3.    Penilaian dampak.
4.    Pemahaman akan mekanisme atau proses di balik efek yang muncul. Dalam bentuk pertanyaan: apa yang memiliki efek, siapa yang terkena efek, dan kapan dan bagaimana efek itu berubah.
Evaluasi adalah proses yang terus menerus dan penting. Riset sumatif setelah program menunjukkan bahwa efek program terjadi atau tidak terjadi adalah riset yang tidak banyak manfaatnya. Riset formatif sebelum dan selama program akan memberikan informasi yang dibutuhkan untuk membandingkan temuan riset sumatif dengan kondisi pada awal program dan untuk membuat koreksi di tengah jalan. Tetapi meski dilengkapi dengan bukti, para praktisi harus tetap hati-hati ketika menginterpretasikan dan menggunakan hasil evaluasi. Ada tiga interpretasi utama yang mungkin diambil ketika dampak yang diharapkan tidak terdeteksi dalam evaluasi.
1.    Meskipun persiapan dan implementasinya sudah memadai, teori dibalik strategi program adalah keliru. Jenis kegagalan ini dicirikan  oleh gagasan umum bahwa “memberitahukan pandangan kami” akan menghasilkan kesepakatan.
2.    Jika teori yang menjadi pedoman program itu berguna, maka ketiadaan dampak mungkin disebabkan oleh kegagalan program, kesalahan yang dibuat ketika menyiapkan dan/atau mengimplementasikan program.
3.    Juga mungkin bahwa program berhasil di segala hal tetapi metode evaluasinya tidak mendeteksi dampak program. Observasi dibuat pada orang yang salah, observasi tidak valid atau menggunakan pengukur yang tidak dapat diandalkan, atau efeknya sangat halus sehingga tidak bisa dideteksi dengan menggunakan teknik pengukuran konvensional.
Dalam analisis terakhir, evaluasi program melibatkan banyak pengetahuan di luar teknik riset ilmiah. Terkadang satu-satunya cara yang masuk akal adalah studi kasus mendalam di mana data kualitatif dan kuantitatif dikumpulkan. Prinsip dalam praktik adalah mengumpulkan bukti terbaik yang tersedia untuk mengelola dan mengevaluasi program PR. Dukungan pimpinan  manajemen dan penerimaan praktisi adalah salah satu faktor utama dari faktor utama dari banyak faktor struktural, proses, dan organisasional yang memengaruhi penggunaan riset evaluasi dalam PR. Berikut adalah rekomendasi untuk meningkatkan kemungkinan bahwa riset akan menjadi bagian sentral dalam pengelolaan atau manajemen PR:
1.    Menunjukan bagaimana temuan riset berhubungan dengan perhatian, kebijakan, prosedur, dan praktik pengguna yang ada sekarang sebelum mendiskusikan aplikasi jangka panjang.
2.    Mempertahankan partisipasi yang sering dan langsung berkomunikasi dengan pengguna potensial dan stakeholder lainnya di sepanjang riset.
3.    Membatasi laporan temuan riset hanya pada temuan yang bisa diaplikasikan segera atau temuan yang mempunyai implikasi perubahan jangka panjang. Simpan tipe temuan lainnya untuk setting dan laporan lain waktu.
4.    Laporkan implikasi yang secara logis berasal dari dukungan data.
5.    Gunakan periset dengan integrasi dan kredibilitas yang sudah teruji dan jangan gunakan orang yang mungkin dianggap orang lain punya kepentingan tersembunyi di balik hasil riset.
6.    Gunakan desai riset dan metode yang sesuai dengan standar ilmiah dan teknik yang baik.
7.    Tekankan informasi yang lebih menguatkan ketimbang yang bertentangan dengan ekspektasi pengguna dan kerangka referensi, minimalkan kejutan, dan jangan cepat-cepat memberikan rekomendasi yang sensitif secara politik.
8.    Dapatkan dukungan manajer utama dalam melakukan pertimbangan yang serius dan gunakan apa yang telah dipelajari dari riset.
9.    Luangkan waktu dan tenaga yang dibutuhkan untuk membujuk pengguna potensial agar mau mempertimbangkan dan memahami temuan dan membantunya mengaplikasikan apa yang telah dipelajari dari riset.
10.    Lakukan riset dan gunakan secara etis dan bertanggung jawab secara sosial, hormati hak asasi manusia dan hak sipil.
    Evaluasi program yang berguna membutuhkan perencanaan dari awal hingga akhir proses. Perencanaan programyang efektif dan evaluasi program yang efektif adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan: “Kesalahan dari program sering kali ditemui dalam evaluasi. Ketika program dikonseptualisasikan dan disusun dengan baik, dengan tujuan yang jelas dan metode kerja yang konsisten, maka evaluasi akan lebih mudah dilakukan. Tetapi jika program tidak tertata rapi, penuh gangguan, didesai secara tidak efektif, atau dikelola dengan buruk, maka akan muncul banyak masalah dalam evaluasinya.” Yang menjadi penting adalah menganggap riset sebagai bagian sentral dari manajemen PR, tidak menganggapnya sebagai satu-satunya cara yang dipakai praktisi untuk menilai dan mempertanggungjawabkan program mereka.
    Publik Relations mempunyai prinsip yang berkaitan dengan “etika, kejujuran/kebenaran, dan kepercayaan”. Ketiga hal ini menjadi pegangan bagi praktisi PR dalam melakukan program kegiatannya guna mencapai goodwill sesuai dengan harapan yang dikehendaki.
Untuk mencapai tujuan public relations secara baik, praktisi PR harus memahami secara esensi public relations sehingga profesi PR mempunyai karakter yang spesifik yang berbeda dengan karakter bidang komunikasi lainnya.
Menurut F. Rachmadi, ada 4 esensi PR, yaitu :
1.    PR merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh goodwill, kepercayaan, saling pengertian, dan citra yang baik dari publik /masyarakat.
2.    Sasaran PR adalah menciptakan opini publik yang favorable, dapat menguntungkan semua pihak
3.    PR merupakan unsur yang sangat penting dalam manajemen guna mencapai tujuan yang spesifik dari organisasi/perusahaan
4.    PR adalah usaha yang kontinyu untuk menciptakan hubungan baik yang harmonis antara suatu badan dengan masyarakat melalui suatu proses komunikasi timbal balik. Hubungan yang harmonis ini timbul dari adanya mutual confidence dan good image.
Secara sederhana esensi PR adalah :
1.    Hubungan antar Publik (inter-relasi antar publik).
2.    Komunikasi dua arah timbal balik (two ways communication).
3.    Melekat dengan manajemen (inherent dengan manajemen).

TUJUAN PUBLIC RELATIONS
1.    Menurut Charles S. Steinberg : menciptakan opini publik yang favorable tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh badan yang bersangkutan
2.    Menurut Frank Jefkins : meningkatkan favorable image/citra yang baik dan mengurangi atau mengikis habis unfavorable image/citra yang buruk terhadap organisasi tersebut.
3.    Menurut Dimock Marshall Cs ;
•    Secara positif : berusaha untuk mendapatkan dan menambah penilaian dan goodwill suatu organisasi atau badan.
•    Secara defensif : berusaha untuk membela diri terhadap pendapat masyarakat yang bernada negatif padahal organisasi atau badan kita tidak melakukan kesalahan. Tindakan ini adalah aspek penjagaan atau pertahanan.
Dari pendapat diatas maka dapat dirumuskan bahwa tujuan PR secara umum/universal yaitu menciptakan, memelihara, dan meningkatkan citra yang baik dari organisasi kepada publik yang disesuaikan dengan kondisi publik yang bersangkutan dan memperbaikinya apabila citra itu menurun/rusak.
dengan demikian 4 hal yang prinsipil dari tujuan PR adalah :
1.    Menciptakan citra yang baik
2.    Memelihara citra yang baik
3.    Meningkatkan citra yang baik
4.    Memperbaiki citra jika citra organisasi kita menurun atau rusak

TUJUAN UNVERSAL PUBLIC RELATIONS
Mirror image
“cermin” yang dipantulkan dari perusahaan dengan menitikberatkan pada tingkah laku manajemen perusahaan; menyangkut tingkah laku kepemimpinan atau tingkah laku personel-personelnya. Image tidak dibentuk oleh kata-kata, tetapi oleh fakta-fakta yang ada yang terlihat dari tingkah laku manajemen dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan perusahaan. Contoh : Departemen agama merupakan departemen terkorup.
Current image
Current artinya kabar yang beredar. Citra yang bertolak dari pengetahuan dan pengalaman publik terhadap organisasi tertentu. Pengalaman seseorang mendapatkan pelayanan dari sebuah perusahaan, baik atau buruknya akan diceritakan kepada orang lain. Pengetahuan dan pengalaman ini akan beredar hingga akan membentuk citra yang baik atau buruk. Seperti pengalaman transaksi di bank BNI, BCA, BRI, PT.POS Indonesia, menggunakan jasa kereta api, dsb.
Multiple Image
Image yang bermacam-macam dari publiknya terhadap perusahaan/organisasi yang ditimbulkan oleh orang yang mewakili perusahaan/organisasi dengan tingkah laku yang tidak seirama dengan asas/tujuan perusahaan/organisasi. Seorang PRO harus menyampaikan manajemen perusahaan terhadap publik secara utuh dan terbuka, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.
Corporate image
Citra/perusahaan yang didasarkan pada:
•    Reputasi (baik buruknya nama perusahaan)
•    Aktivitas (kegiatan-kegiatannya)
•    Programnya
•    Perilaku manajemen perusahaan
Contoh : Telkomsel, Toyota, Metro TV, dsb.
Product image
Didasarkan pada kualitas, performance, selling point, atau mempunyai sifat jual tersendiri yang berbeda dengan perusahaan lain. Seperti produk Eiger, Tupperware, C-59, dsb.
•    Tidak dijual di toko-toko lain, tapi melalui cabang-cabang
•    Mementingkan kualitas bukan sekedar estetika, atau untuk segmen konsumen tertentu
•    Pelayanan khusus; seperti bisa ditukar di agen mana saja, dsb
Untuk menciptakan, memelihara, meningkatkan dan memperbaiki citra dari organisasi/perusahaan, Frank Jefkins merumuskan “The PR Transfer Process”, yaiutu proses kegiatan PR untuk mentransfer hal-hal yang negatif menjadi positif.

C.    Definisi Marketing Public Relations
    Marketing Public Relations is the process of planning and evaluating programs, that encourage purchase and customer through credible communicayion of information on impression that identify companies and their products with the needs concerns of customers. Secara umum dapat diartikan, Marketing Public Relations adalah suatu proses perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian sprogram-program yang dapat merangsang pembelian dan keuapasan konsumen melalui komunikasi mengenai informasi yang dapat dipercaya dan melalui kesan-kesan positif yang ditimbulkan dan berkaitan dengan identitas perusahaan atau produknya sesuai dengan kebutuhan, keingian dan kepentingan bagi para konsumennya.
Marketing Public Relations merupakan suatu proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengevaluasian program-program yang dapat merangsang pembelian dan kepuasan konsumen ataupun pelanggan melalui pengkomunikasian informasi yang dapat dipercaya dan melalui kesan-kesan positif yang ditimbulkan dan berkaitan dengan identitas perusahaan atau produknya sesuai dengan kebutuhan, keinginan, perhatian, dan kepentingan bagi para konsumennya.
    Pengertian konsep Marketing Public Relations tersebut secara garis besar terdapat tiga taktik (Three Ways Strategy) untuk melaksanakan program dalam mencapai tujuan (goals), yaitu pertama bahwa public relations merupakan potensi untuk menyandang suatu taktik pull strategy (menarik), sedangkan kedua adalah power (kekuatan) sebagai penyandang, push strategy (mendorong) dalam hal pemasaran. Dan yang ketiga pass strategy, yaitu sebagai upaya mempengaruhi atau menciptakan opini publik yang menguntungkan.
    Pengertian pemasaran (marketing) yang ada di sini tidak lagi dalam pengertian sempit, tetapi berkaitan dengan aspek-aspek perluasan pengaruh, informatif, persuasif, dan edukatif baik dari segi perluasan pemasaran (makes a marketing) atas suatu produk barang atau jasayang diluncurkan, maupun yang berkaitan dengan “perluasan” suatu pengaruh tertentu (makes an influence) dari suatu kekuatan (power) lembaga atau terkait dengan citra dan identitas suatu perusahaan (corporate image and identity). Termasuk aspek lainnya, yaitu pass strategy sebagai upaya untuk menciptakan citra publik yang ditimbulkan melalui berbagai kegiatan (breaktrhough the gate keepers), dan partisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan (community relations) ataupun dalam tanggung jawab social (corporate social responsibility), serta kepedulian terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan kondisi sosial dan lingkungan hidup.
    Program marketing public relations tersebut disatu sisi, merupakan upaya untuk merangsang (push) pembeli dan sekaligus dapat memberikan nilai-nilai (value added) atau kepuasan bagi pelanggan (satisfied customer) yang telah menggunakan produknya. Disisi lain melalui kiat PR dalam menyelenggarakan komunikasi timbal balik dua arah yang didasarkan oleh informasi dan pesan-pesan yang dapat dipercaya, diharapkan dapat menciptakan kesan-kesan positif terhadap lembaga yang diwakilinya. Hal ini merupakan “sinergi” peranan Corporate Public Relations (CPR) dari taktik pull strategy (strategi untuk menarik) yang kemudian diikuti dengan taktik yang selanjutnya, pass strategy (strategi untuk membujuk) untuk mendukung demi mencapai dari tujuan Marketing Public Relations. Semua itu dilengkapi dengan upaya mendorong (push strategy) baik segi perluasan pengaruh (improvement) maupun bidang pemasarannya (product marketing oriented).
    Upaya meningkatkan mutu, kuantitas, dan kualitas produk dan jasa pelayanan bank. Seperti meningkatkan jumlah para nasabah berpotensi melalui berbagai macam pelayanan menarik, dan menguntungkan hadiah-hadiah dan lain sebagainya, sebagai perangsang (mendorong) melalui taktik push, pull, and pass strategy of marketing public relations.
    Mengkomunikasikan manfaat dan daya guna jasa perbankan melalui kiat membujuk (persuasive) dan slogan atau kata-kata yang menarik (magic word) seperti “Bank kami tumbuh bersama usaha Anda”. (customer need oriented).
Memperoleh publisitas tinggi melalui berbagai aktivitas dan program kerja CPR, yaitu melalui:
•    Memberikan berbagai macam hadiah menarik, souvenir, gift ways pada acara-acara tertentu (special events and PR work programme).
•    Mengadakan seminar, presentasi dan lokakarya dengan tema dan pembicara yang menarik melalui acara sponsorship atau kerja sama dengan pihak pers dan lembaga lainnya.
•    Kepedulian terhadap lingkungan hidup, social and environment care, serta bidang kesejahteraan masyarakat lainnya.
•    Membentuk membership yang keanggotaannya terdiri dari nasabah yang setia untuk membentuk suatu kegiatan tertentu sebagai pengikat melalui fans club lain sebagainya.
    Dari pengertian-pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Marketing Public Relations merupakan perpaduan pelaksanaan program dan strategi pemasaran (marketing strategy implementation) dengan tkivitas program kerja public relations (work program of Public relations). Dalam pelaksanaannya terdapat tiga strategi penting, yakni
1.    Pull strategy, public relations memiliki dan harus mengembangkan kekuatan untuk menarik perhatian publik.
2.    Push strategy, public relations memiliki kekuatan untuk mendorong berhasilnya pemasaran.
3.    Pass strategy, public relations memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan menciptakan opini publik yang menguntungkan
    Jelas, marketing dalam Marketing Public Relations tidaklah dalam pengertian sempit.Tetapi berkaitan dengan aspek-aspek perluasan pengaruh, informatif, peusasif, dan edukatif, baik segi perluasan pemasaran ( makes a marketing) atas suatu produk atau jasa, maupun yang berkaitan dengan perluasan suatu pengaruh tertentu (makes an influence) dari suatu kekuatan lembaga atay terkait dengan citra dan identitas suatu perusahaan.

D.    Kode Etik Public Relations
    Kode Etik Kehumasan Indonesia – Perhumas (Kode Etik ini telah terdaftar sejak tahun 1977 di Departemen Dalam Negri dan Deppen saat itu, dan telah tercatat serta diakui oleh organisasi profesi Humas Internasional; International Public Relations Associations / IPRA)
•    Dijiwai oleh Pancasila maupun Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan tata kehidupan nasional.
•    Diilhami oleh Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai landasan tata kehidupan internasional.
•    Dilandasi Deklarasi ASEAN (8 Agustus 1967) sebagai pemersatu bangsa-bangsa Asia Tenggara.
•    Dan dipedomi oleh cita-cita, keinginan, dan tekad untuk mengamalkan sikap dan perilaku kehumasan secara professional.
    Kami para anggota Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) sepakat untuk mematuhi kode etik kehumasan Indonesia, dan apabila terdapat bukti-bukti bahwa di antara kami dalam menjalankan profesi kehumasan ternyata ada yang melanggarnya, maka hal itu sudah tentu akan mengakibatkan diberlakukannya tindak organisasi terhadap pelanggarnya.
Pasal 1 Komitmen Pribadi
Anggota Perhumas harus :
•    Memiliki dan menerapkan standar moral serta reputasi setinggi mungkin dalam menjalankan profesi kehumasan.
•    Berperan secara nyata dan sungguh-sungguh dalan upaya memasyarakatkan kepentingan Indonesia.
•    Menumbuhkan dan mengembangkan hubungan antarwarga Negara Indonesia yang serasi dan selaras demi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Pasal 2 Perilaku terhadap Klien atau Atasan
Anggota Perhumas harus :
•    Berlaku jujur dalam berhubungan dengan klien atau atasan.
•    Tidak mewakili dua atau beberapa kepentingan yang berbeda atau yang bersaing tanpa persetujuan semua pihak yang terkait.
•    Menjamin rahasia serta kepercayaan yang diberikan oleh klien atau atasan maupun yang pernah diberikan oleh mantan klien atau mantan atasan.
•    Tidak melakukan tindak atau mengeluarkan ucapan yang cenderung merendahkan martabat, klien atau atasan , maupun mantan klien atau mantan atasan.
•    Dalam memberi jasa-jasa kepada klien atau atasan, tidak akan menerima pembayaran, komisi, atau imbalan dari pihak manapun selain dari klien atau atasannya yang telah memperoleh penjelasan lengkap.
•    Tidak akan menyarankan kepada calon klien atau calon atasan bahwa pembayaran atau imbalan jasa-jasanya harus didasarkan kepada hasil-hasil tertentu, atau tidak akan menyetujui perjanjian apapun yang mengarah kepada hal yang serupa.
Pasal 3 Perilaku terhadap Masyarakat dan Media Massa
Anggota Perhumas harus :
•    Menjalankan kegiatan profesi kehumasan dengan memperhatikan kepentingan masyarakat serta harga diri anggota masyarakat.
•    Tidak melibatkan diri dalam tindak untuk memanipulasi integritas sarana maupun jalur komunikasi massa.
•    Tidak menyebar luaskan informasi yang tidak benar atau yang menyesatkan sehingga dapat menodai profesi kehumasan.
•    Senantiasa membantu penyebarluasan informasi maupun pengumpulan pendapat untuk kepentingan Indonesia.

Pasal 4 Perilaku terhadap Sejawat
Praktisi kehumasan Indonesia harus :
•    Tidak dengan sengaja merusak dan mencemarkan reputasi atau tidak professional sejawatnya. Namun, bila ada sejawat yang bersalah karena melakukan tindak yang tidak etis, yang melanggar hukum, atau yang tidak jujur, termasuk melanggar kode etik kehumasan Indonesia, maka bukti-bukti wajib disampaikan kepada Dewan Kehormatan Perhumas.
•    Tidak menawarkan diri atau mendesak klien atau atasan untuk menggantikan kedudukan sejawatnya.
•    Membantu dan bekerja sama dengan para sejawat di seluruh Indonesia untuk menjunjung tinggi dan mematuhi kode etik kehumasan Indonesia ini.


BAB II
MARKETING PUBLIC RELATIONS DAN SOCIAL MARKETING

A.    Marketing Public Relations
    Pemasaran mempunyai peranan yang sangat menentukan karena pemasaran mempunyai kedudukan sebagai perantara antara produsen dan konsumen. Pemasaran merupakan suatu urutan-urutan kegiatan yang saling berkaitan erat dan bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia melalui proses pertukaran. Dengan demikian perusahaan dalam menjalankan usahanya perlu memperhatikan dan mengembangkan sistem pemasarannya. Masalah pemasaran merupakan salahsatu aspek yang sangat penting bagi perusahaan untuk menjalankan roda perusahaannya, karena tidak jarang perusahaan gagal mencapai tujuannya disebabkan sistem pemasaran yang kurang tepat. Untuk lebih jelasnya Philip Kotler (1997:8) menyatakan : “ Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain .
    Sejak 1990-an, awal dari pasar terbuka di era globalisasi abad 21, berbagai kegiatan bisnis khususnya bidang pemasaran sudah tidak lagi mengacu kepada konsep-konsep pemasaran konvensional yang dipergunakan pada tahun 1960-an. Contohnya, formula 4-Ps (Product, Price, Promotion, and Placement) dari E.Jerome McCarthy (1996), Basic Marketing Mix, Marketing Segmentation, Marketing Concept, dan lain sebagainya.
    Selama kurun waktu 1970-an, munculah konsep-konsep pengembangan bidang pemasaran yang baru dan dikenal dengan istilah pemasaran strategi (strategy marketing), positioning, social marketing, macro marketing, global marketing, dan mega marketing. Yakni pemngembangan dari formula 4-Ps yang ditambah dengan unsur kiat PR dan Power 2-Ps (Philip Kotler, 1993, Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Pengendalian). Ditampilkan pula pola “how to service of excellent marketing” atau bagaimana untuk menciptakan kualitas pemasaran dengan pelayanan prima, berkenaan dengan upaya untuk mempertahankan (lioyalitas) para pelanggan.
    Tahun 1980-an muncul lagi konsep pemasaran yang lebih khusus dan lebih spesifik cakupannya. Konsep-konsep tersebut tidak hanya memfokuskan orientasi penjualannya kepada segi “what” dari kuantitas penjualan produknya demi menjaga kepentingan pihak produsen untuk memperoleh keuntungan ekonomi stinggi-tingginya. Tetapi konsep-konsep tersebut mulai melihat segi “how” mengenai pemasaran yang berorientasi kepada kepuasan pihak konsumen atau pelanggannya. Hal tersebut diwujudkan dengan upaya memberikan kualitas pelayanan yang prima (sevices of excellence), mulai dari kiat dan teknik promosi penjualan produk yang memadukan kekuatan publishing (suatu bentuk pengembangan kegiatan publikasi Public Relations dengan pendekatan jurnalistik) dalam menginformasikan produk yang akan diluncurkan (pre project selling) kepada publiknya. Hingga kiat pelayanan purna jual (after sales services) dan lain sebagainya.
    Penjelasan diatas dikenal dengan pengembangan konsep-konsep pemasaran yang lebih spesifik melalui kiat-kiat Public Relations (PR) yang mengacu kepada customer oriented, relationship customer and marketing, after sales sevice, telemarketing, tv media marketing, individual marketing, direct marketing, dan lain sebagainya. Jika diperhatikan sistem pengembangan pemasaran mutakhir tersebut ecara prinsip merupakan suatu model baru pemasaran (new model marketing) yakni bertumpu pemasaran (trade marketing) dengan model C-W-V, yaitu Cousulative, Win-win, and Value added. Artinya aspek-aspek pemasaran tersebut tidak terlepas dari kepedulian pihak produsen untuk memperhatikan kepentingan pihak masyarakat sebagai konsumen melalui jalur konsultasi (research and development, interview, and questionnaire), dan saling menguntungkan (mutual symbiosis) bagi kedua belah pihak, serta dapat dapat memberikan nilai tambah atau manfaat lebih bagi pihak pengguna produk barang dan jasanya.

Konsepsi Marketing Public Relations
    Adalah Philip Kotler yang pertama kali memunculkan konsep Mega Marketing yang merupakan perpaduan antara kekuatan PR dan Marketing Mix. Kemudian muncul lagi istilah Marketing Public Relations (MPR), sebagai pengembangan tahap berikutnya dari konsep sebelumnya (mega marketing) yang dipopulerkan oleh Thomas L. Harris (1991), melalui bukunya yang berjudul The Marketer’s Guide to Public Relations. Sebagai berikut:
“Marketing Public Relations is the process of planning and evaluating programs, that encourage purchase and customers trhough credible communication of information and impression that identify companies and their products with the needs, concerns of customer”.
(Marketing Public Relations adalah sebuah proses perencanaan dan pengevaluasian program yang merangsang penjualan dan pelanggan. Hal tersebut dilakukan melalui pengkomunikasian informasi yang kredibel dan kesan-kesan yang dapat menghubungkan perusahaan, produk dengan kebutuhan serta perhatian pelanggan).
Marketing public relations adalah proses merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program yang mendorong pembelian dan kepuasan pelanggan melalui komunikasi informasi dan impresi yang kredibel. Seperti halnya iklan, hubungan masyarakat (public relations) juga menjadi kiat pemasaran penting. Perusahaan tidak hanya harus berhubungan secara konstruktif dengan pelanggan, pemasok dan penyalur, namun juga harus berhubungan dengan kumpulan kepentingan masyarakat besar. Banyak perusahaan kini membentuk Divisi Marketing Public Relations untuk mempromosikan dan menjaga citra perusahaan atau produknya. Dengan mengikuti training ini, diharapkan para peserta dapat memahami strategi dan teknik-teknik menjalankan Marketing Public Relations secara efektif dan terintegrasi guna memperoleh hasil maksimal.
    Konsep Marketing Public Relations (MPR) dari Thomas L Harris (1991) tersebut diatas tidak jauh berbeda dari pengertian yang didefinisikan oleh Philip Kotler, yaitu:
“Marketing Public Relations woeks because it adds value to product though its unique to lend credibility to product message”.
    Pengertian konsep Marketing Public Relations tersebut secara garis besar terdapat tiga taktik (Three Ways Strategy) untuk melaksanakan program dalam mencapai tujuan (goals), yaitu pertama bahwa public relations merupakan potensi untuk menyandang suatu taktik pull strategy (menarik), sedangkan kedua adalah power (kekuatan) sebagai penyandang, push strategy (mendorong) dalam hal pemasaran. Dan yang ketiga pass strategy, yaitu sebagai upaya mempengaruhi atau menciptakan opini publik yang menguntungkan.
    Pengertian pemasaran (marketing) yang ada di sini tidak lagi dalam pengertian sempit, tetapi berkaitan dengan aspek-aspek perluasan pengaruh, informatif, persuasif, dan edukatif baik dari segi perluasan pemasaran (makes a marketing) atas suatu produk barang atau jasayang diluncurkan, maupun yang berkaitan dengan “perluasan” suatu pengaruh tertentu (makes an influence) dari suatu kekuatan (power) lembaga atau terkait dengan citra dan identitas suatu perusahaan (corporate image and identity). Termasuk aspek lainnya, yaitu pass strategy sebagai upaya untuk menciptakan citra publik yang ditimbulkan melalui berbagai kegiatan (breaktrhough the gate keepers), dan partisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan (community relations) ataupun dalam tanggung jawab social (corporate social responsibility), serta kepedulian terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan kondisi sosial dan lingkungan hidup.
    Program marketing public relations tersebut disatu sisi, merupakan upaya untuk merangsang (push) pembeli dan sekaligus dapat memberikan nilai-nilai (value added) atau kepuasan bagi pelanggan (satisfied customer) yang telah menggunakan produknya. Disisi lain melalui kiat PR dalam menyelenggarakan komunikasi timbal balik dua arah yang didasarkan oleh informasi dan pesan-pesan yang dapat dipercaya, diharapkan dapat menciptakan kesan-kesan positif terhadap lembaga yang diwakilinya. Hal ini merupakan “sinergi” peranan Corporate Public Relations (CPR) dari taktik pull strategy (strategi untuk menarik) yang kemudian diikuti dengan taktik yang selanjutnya, pass strategy (strategi untuk membujuk) untuk mendukung demi mencapai dari tujuan Marketing Public Relations. Semua itu dilengkapi dengan upaya mendorong (push strategy) baik segi perluasan pengaruh (improvement) maupun bidang pemasarannya (product marketing oriented).
    Upaya meningkatkan mutu, kuantitas, dan kualitas produk dan jasa pelayanan bank. Seperti meningkatkan jumlah para nasabah berpotensi melalui berbagai macam pelayanan menarik, dan menguntungkan hadiah-hadiah dan lain sebagainya, sebagai perangsang (mendorong) melalui taktik push, pull, and pass strategy of marketing public relations.
    Mengkomunikasikan manfaat dan daya guna jasa perbankan melalui kiat membujuk (persuasive) dan slogan atau kata-kata yang menarik (magic word) seperti “Bank kami tumbuh bersama usaha Anda”. (customer need oriented).
Memperoleh publisitas tinggi melalui berbagai aktivitas dan program kerja CPR, yaitu melalui:
•    Memberikan berbagai macam hadiah menarik, souvenir, gift ways pada acara-acara tertentu (special events and PR work programme).
•    Mengadakan seminar, presentasi dan lokakarya dengan tema dan pembicara yang menarik melalui acara sponsorship atau kerja sama dengan pihak pers dan lembaga lainnya.
•    Kepedulian terhadap lingkungan hidup, social and environment care, serta bidang kesejahteraan masyarakat lainnya.
•    Membentuk membership yang keanggotaannya terdiri dari nasabah yang setia untuk membentuk suatu kegiatan tertentu sebagai pengikat melalui fans club lain sebagainya.

Peran Marketing Public Relations
    Marketing Public Relations (MPR), sebagaimana dijelaskan sebelumnya merupakan perpaduan (sinergi) antara pelaksanaan program dan strategi pemasaran (marketing strategy implementation) dengan aktivitas program kerja Humas (work program of PR) dalam upaya meluaskan pemasaran dan demi mencapai kepuasan konsumennya (customer satisfactions).
    Fungsi pemasaran tersebut sebagaimana dijabarkan dalam bauran pemasaran (marketing mix), yaitu product, price, placement, and promotion, yang merupakan sarana untuk mencapai tujuan pemasaran (marketing objectives), yaitu:
•    Mengadakan riset pasar untuk mendapatkan informasi bisnis yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumennya.
•    Menciptakan produk yang sesuai dari hasil riset pasar tersebut.
•    Menentukan harga produk yang rasional dan kompetetif.
•    Menentukan dan memilih target konsumen (target audience).
•    Merencanakan dan melaksanakan kampanye promosi (pre-project selling) yang akan diluncurkan, serta mampu bersaing di market plance dan cukup menarik (eyes catching) baik segi kemasan, maupun kualitas produk yang ditawarkan terhadap konsumennya.
•    Komitmen terhadap pelayanan purna jual.
    Jika semua itu dilaksanakan maka kepuasan pelanggan akan terpenuhi (Kotler, 1993). Kesimpulan tersebut mengacu kepada “Marketis is idea of satisfying the needs of customers by means of the product and the whole cluster of things associated with creating, delivering, and finally consuming it”. (Marketing adalah sebuah ide untuk memuaskan keinginan pelanggan dengan menampilkan produk dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya, yang diasosiasikan dengan pembuatan, pendistribusian, dan akhirnya pengkonsumsian produk tersebut).
Di lain pihak dalam peran sebagai communicator, back-up management, and makes an good image, public relations berfungsi garis besarnya antara lain adalah:
•    Menumbuhkembangkan citra positif perusahaan (corporate image) terhadap publik eksternal atau masyarakat luas, demi tercapainya saling pengertian bagi kedua belah pihak.
•    Membina hubungan yang positif antar karyawan (employee relations), dan antara karyawan dengan pimpinan atau sebaliknya, sehingga akan tumbuh corporate culture (budaya perusahaan) yang mengacu pada disiplin dan motivasi kerja, profesionalisme yang tinggi serta memiliki sense of belongoing terhadap perusahaan yang baik.
    Pengembangan sinergi dan fungsi pemasaran dan public relations yang kemudian mencapai titik temu dan dikenal dengan istilah “MPR” tersebut cukup efektif dalam membangun brand awareness (pengenalan merek) dan brand knowledge (pengetahuan merek). Pengembangan tersebut juga berpotensi untuk memasuki, dan bahkan mendukung bauran pemasaran (marketing mix), khususnya unsur “promosi” dalam bauran tersebut. Dalam beberapa hal, MPR dianggap lebih hemat untuk mencapai publisitas tinggi dalam publikasi, jika dibandingkan dengan iklan komersial yang selain biayanya cukup mahal, jangka waktunya pun relatif pendek (product oriented).
    Dalam aktivitas terakhir ini, MPR cukup efektif dan efisien dalam penyebaran pesan atau informasi. Selain itu MPR mengandung kekuatan membujuk (persuasive approach) dan sekaligus mendidik (educated) masyarakat atau publiknya. Ditambah dengan kecanggihan media elektronik juga memberikan manfaat bagi marketing relations. Diantara manfaat tersebut adalah:
•    Dapat lebih efektif dan efisien dalam penggunaan pembiayaan publikasi mengingat semakin tingginya biaya promosi di media massa (komersial).
•    Saling melengkapi (komplementer) dengan promosi periklanan.
•    Dapat meningkatkan kredibilitas (kepercayaan) dari pesan-pesan yang disampaikan melalui jalur public relations, sehingga dapat menembus situasi yang relatif sulit dijangkau oleh iklan atau memiliki kemampuan menjembatani kesenjangan informasi jika disampaikan melalui teknik periklanan serba terbatas.
•    Kampanye melalui klan memiliki keterbatasan pada ruang (space) dan waktu (timely) yang tersedia di media elektronik dan media cetak, oleh karena itu penggunaan promosi iklan tersebut membeli ruang dan waktu siarnya agar pesan/informasi dapat dimuat atau ditayangkan oleh media yang bersangkutan. Sedangkan kampanye melalui Public Relations tidak membeli space media agar dapat dimuat/ditayangkan. Pesan-pesan atau informasi PR tersebut diolah dan dikemas sedemikian rupa ke dalam bentuk suatu berita (news) artikel sponsor (advertorial) atau feature sehingga mampu menarik perhatian bagi para pembaca atau pemirsanya.
    Perbedaan-perbedaan antara pemasaran dan public relations tetap ada, tetapi perbedaan kedua peranan tersebut bisa dipersempit atau diupayakan titik temu perannya (equal function) dalam hal pencapaian tujuan utamanya (main objetive) dan khalayak sasaran (target audience).

Faktor Dibutuhkannya Strategi MPR
    Ada beberapa faktor yang menyebabkan “dibutuhkannya” taktik dan strategi Marketing Public Relations dalam tatanan baru organisasi atau perusahaan, khususnya dalam era kompetitif dan krisis moneter sekarang ini. Kotler (1993) menyebutkan diantara faktor tersebut sebagai berikut:
a.    Meningkatnya biaya promosi periklanan yang tidak seimbang dengan hasil keuntungan yang diperoleh dan keterbatasan tempat.
b.    Persaingan yang ketat dalam promosi dan publikasi, baik melalui mediaelektronik maupun media cetak dan sebagainya.
c.    Selera konsumen yang cepat mengalami perubahan dalam waktu relative pendek (tidak loyal) karena banyaknya pilihan atau produk yang ditawarkan di pasar.
d.    Makin menurunnya perhatian atau minat konsumen terhadap tayangan iklan, karena pesan dalam iklan yang kini cenderung berlebihan dan membosankan perhatian konsumennya.
    Upaya menghilangkan faktor-faktor negatif dalam kampanye peluncuran produk (product launching campaign) melalui periklanan melalui periklanan komersial tersebut, atau paling tidak dengan menggunakan kekuatan sinergi “Marketing MPR”, diharapkan dapat menjembatani kesenjangan-kesenjangan (hambatan) yang terjadi dalam penyamapaian pesan atau informasi mengenai produk melalui teknik periklanan dan diselaraskan. Sehingga pesan-pesannya (message) dapat mempengaruhi opini publik atau selera pihak konsumennya.
    Jadi menurut Kotler (1993:268) peranan Marketing Public Relations dalam upaya mencapai tujuan utama organisasi atau perusahaan dalam berkompetisi, secara garis besarnya yaitu sebagai berikut:
1.    Menumbuhkan kesadaran konsumennya terhadap produk yang tengah diluncurkan itu.
2.    Membangun kepercayaan konsumen terhadap citra perusahaan atau manfaat (benefit) atas produk yang ditawarkan/digunakan.
3.    Mendorong antusiasme (sales force) melalui suatu artikel sponsor (advertorial) tentang kegunaan dan manfaat suatu produk.
4.    Menekan biaya promosi iklan komersial, baik dimedia elektronik ataupun media cetak dan sebagainya demi tercapainya efisiensi biaya.
5.    Komitmen untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen, termasuk upaya mengatasi keluhan-keluhan (complaint handling) dan lain sebagainya demi tercapainya kepuasan pihak pelanggan.
6.    Membantu mengkampanyekan peluncuran produk-produk baru sekaligus merencanakan perubahan posisi produk yang lama.
7.    Mengkomunikasikan terus menerus melalui media PR (House PR Journal) tentang aktivitas dan program kerja yang berkaitan dengan sosial dan lingkungan hidup, agar tercapai publikasi yang positif dimata masyarakat/publik.
8.    Membina dan mempertahankan citra perusahaan atau produk barang dan jasa, baik segi kuantitas maupun kualitas pelayanan yang diberikan kepada konsumennya.
9.    Berupaya secara proaktif dalam menghadapi suatu kejadian negatif yang mungkin akan muncul di masa mendatang. Misalnya terjadi krisis kepercayaan, menurunnya citra perusahaan hingga resiko terjadinya krisis manajemen, krisis moneter, krisis multidimensional, dan lain sebagainya.
“MPRprogram today are targeted to well defined market segments and are strategically planned to reach their market”. (Kotler, 1993:268)
(Pada saat ini program MPR adalah mendefinisikan segmentasi pasar dan secara strategis merencanakan penguasaan pasar).
    Artinya dalam menghadapi era pasar bebas yang kompetitif dalam dunia bisnis tersebut, maka target atau sasaran MPR harus lebih diarahkan kepada kepentingan konsumen. Dalam hal ini, Robert Lauterborn berpendapat adanya indikasi pergeseran pilar dasar marketing PR, Kotler (1993:83), yakni dari bauran pemasarannya (Marketing mix, Product, Price, Place, and Promotion) 4-Ps kearah Customer Mix (bauran konsumen) 4-Cs sebagai upaya memberikan pelayanannya secara prima (services of excellent), yaitu:
•    Customers Value (Customers Needs and Wants)
Nilai-nilai konsumen termasuk kebutuhan dan keinginannya untuk diperhatikan selain menggantikan nilai atas unsur produknya.
•    Cost to Customer
Yakni biaya yang ditanggung oleh konsumen berupa harga dan waktu, serta tenaga yang dibutuhkan untuk memperoleh produk tersebut. Maksudnya total biaya yang menggantikan unsur pricenya.
•    Convenient for the Customer
Yaitu kemudahan memperoleh produk bagi konsumennya sebagai pengganti uncur dari placenya.
•    Communications
Komponen komunikasidua arah timbal balik yang merupakan suatu dialog dan akan menggantikan unsur promosinya.
    Jadi, perusahaan pemenang adalah yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan secara ekonomis, dan dengan komunikasi yang efektif. Pada akhirnya pihak perusahaan yang akan berorientasi kepada kepentingan konsumen (customer oriented) sebelumnya harus memperoleh nilai kepercayaan pihak konsumennya (customer trust). Target ini dapat tercapai melalui kiat, taktik, dan strategi marketing PR, yakni:
•    Melibatkan konsumen dalam pelaksanaan rancangan program kerjanya.
•    Cepat tanggap terhadap informasi dan pelayanan yang memang dibutuhkan konsumennya.
•    Proaktif dalam partisipasinya terhadap program yang diselenggarakan oleh pihak pemerintahan, dan berkaitan erat dengan kepentingan masyarakat luas.
    Kesimpulannya bahwa target dan tujuan yang hendak dicapai dalam strategi MPR harus sejalan dengan bagian pemasaran (marketing), dan tujuan pemasaran (marketing objective), misalnya melalui upaya untuk memuaskan bagi pihak pelanggannya (customer satisfaction). Untuk mendapatkan hal tersebut terlebih dahulu dibutuhkan suatu kepercayaan dari pelanggan atau publik perusahaannya melalui pembinaan dan pemeliharaan agar konsumen tetap loyal dan tidak berpaling pada produk pesaing.
    Dalam praktiknya PRO (Public Relations Officer) atau praktisi humas berfungsi ganda yakni disatu pihak sebagai MPR untuk mencapai tujuan pemasaran, sedangkan dipihak yang lain sebagai CPR (Corporate Public Relations) untuk mencapai tujuan utama dari perusahaan dalam menciptakan identitas dan citra perusahaan yang positif. Sedangkan tujuan program Stake Holder berupaya membangun saling pengertian (mutual understanding), saling menghargai (mutual appreciation), itikad baik (good will), dan toleransi, baik terhadap publik internal ataupun publik eksternal.

B.    Pengertian Sosial Marketing
    Istilah Social Marketing (pemasaran sosial) ditampilkan pertama kali pada tahun 1971, adalah suatu konsep dan upaya strategi pihak Public Relations. “Untuk publik”, seperti dalam program perbaikan gizi masyarakat maka seorang social marketer (praktisi PR) tidak hanya melakukan kampanye Public Relations tentang pengertian masyarakat mengenai bergunanya suatu pemahaman dan pengetahuan mengenai peningkatan gizi makanan yang baik dan sehat tapi juga mengupayakan strategi untuk mengubah pola hidup dan kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari. Strategi Komunikasi penyampaian pesan atau informasi dalam social marketing dapat dilakukan dengan mengadakan kombinasi pendekatan tradisional dalam suatu kerangka strategi dari manajemen PR. Strategi tersebut dimulai dari perencanaan (planning), pelaksanaan kegiatannya (action planing), serta komunikasi (communication) yang terintegrasi dengan memanfaatkan “teknologi komunikasi canggih” seperti media elektronik dan dipadukan dengan “keahlian pemasaran pemrograman masyarakat” (social market expert).
“Social marketing is strategy for changing behavior. It combines the best elements of the tradisional approaches to social change in an integrated planning and action framework and utilizes advances in communication technology and marketing skills”.
(Pemasaran sosial adalah strategi untuk mengubah perilaku yang mengkombinasikan elemen-elemen terbaik pendekatan tradidional dan perubahan sosial dalam sebuah kerangka karya perencanaan dan pelaksanaan terintegrasi serta memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan keterampilan pemasaran. (Roberto (1989: 24).
    Kasus-kasus dalam kampanye perubahan sosial di negara maju, seperti Inggris dan Amerika telah dilaksanakan sejak tahun 1721, misalnya kampanye untuk menyadarkan masyarakat akan perlunya mengikuti program penyuntikan secara masal untuk mencegah penyakit menular. Secara efektif kampanye perubahan sosial tersebut dapat berhasil jika mendapat dukungan penuh dari seluruh komponen pemerintahan, pelaku bisnis, organisasi/lembaga kemasyarakatan dan masyarakat umum. Sebagai contoh adalah pemerintah Swedia telah berhasil membangun negara dan masyarakatnya sebagai bangsa yang anti merokok. Program kampanye tersebut dilakukan secara intensif melalui pendidikan sekolah, klinik keluarga, iklan dan promosi progress pembatasan rokok, menaikan pajak rokok yang tinggi, dan pelarangan merokok di berbagai tempat umum atau kendaraan umum secara menyeluruh sehingga membantu individual atau masyarakat untuk menghentikan kebiasaan merokok.
    Pada perkembangan berikutnya, pemasaran sosial (social marketing) kini menjadi manajemen perubahan sosial yang terkait dengan desain (rancangan), pelaksanaan kegiatan dan kontrol serta evaluasi dari program peningkatan penerimaan satu atau lebih praktik sosial dalam satu kelompok atau lebih target adopter (khalayak penerima), yang terkait dengan produk-produk sosial seperti gagasan sosial (social idea), bentuk kepercayaan (belief) yang dianut, sikap (attitude) dan nilai-nilai (value) yang berlaku di masyarakat.
    Contoh ide atau gagasan dalam kampanye KB Nasional “Dua anak cukup”. Kelompok-kelompok (adopter) yang dikutip dari Syuaib dan Rumondor (1997: 12), dan dapat dikalsifikasikan sebagai berikut:
a.    Kelompok Memberikan Bantuan
Suatu lembaga/instansi pengaturan perizinan dan berwenang secara hukum yang diperlukan untuk mendistribusikan program pemasaran sosial.
b.    Kelompok Pendukung
Partisipasi tenaga medis (dokter dan perawat) yang mendukung pelayanan dan distribusi program KB atau kesehatan masyarakat di poliklinik.
c.    Kelompok Evaluasi
Komite legeslatif yang memberikan penilaian akhir, apakah program tersebut berpengaruh atau tidak terhadap masyarakat. Program pemasaran sosial secara efektif memerlukan pengetahuan karakteristik tiap kelompok yang berpengaruh dan dapat memenuhi keinginannya dengan tepat.
d.    Teknologi Manajemen Perubahan Sosial
Teknologi manajemen perubahan sosial harus mampu menjawab perubahan secara efektif melalui empat (4) pertanyan:
•    Gagasan atau praktek sosial apa yang akan diubah, dan kelompok adopter mana yang akan dituju? (Tujuan mendefinisikan perubahan).
•    Hal apa yang akan membentuk suatu perubahan berkualitas? (Tujuan mendesain perubahan).
•    Bagaimana membawa perubahan tersebut untuk kelompok target adopter? (Tujuan mengirim perubahan).
•    Bagaimana membuat kesinambungan agar tidak terjadi keberlangsungan perubahan yang sesaat? (Tujuan mempertahankan perubahan).
Pihak pemasaran sosial harus mampu melakukan penyesuaian ketika menghadapi hambatan-hambatan aktual atau faktual dalam “wilayah pasar sasaran” yang berkaitan dengan  tujuan, pemanfaatan situasi, anggaran, waktu, dana personel secara lebih optimal.
e.    Mendefinisikan Pengiriman Produk
Kebutuhan pertama dalam keberhasilan pemasaran sosial adalah menciptakan suatu produk sosial baru dengan mngantisipasi kebutuhan dan dapat memuaskan tagret adopter. Mendefinisikan tujuan, sasaran, dan konsep pemasaran sosial secara tepat agar produk gagasan atau praktik sosial lebih dapat diterima oleh masyarakat sebagai target adopter.
f.    Merancang Pemasaran Produk Sosial
Terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan pihak pemasaran sosial sebagai berikut:
•    Menerjemahkan pemasaran produk sosial dengan mengaitkannya kepada penerapan gagasan atau praktik sosial.
•    Melengkapi dan menguatkan pertnyataan penempatan.
•    Mengembangkan dan menciptakan citra secara konsisten dan memiliki pengaruh terhadap perubahan sosial kearah kehidupan yang lebih baik dan bermanfaat.
g.    Mengirim (memasarkan) ke Target Adopter
Pemasaran sosial diharapkan lebih mampu untuk mempresentasikan suatu perubahan dan dapat membangkitkan minat target adopternya.
h.    Mempertahankan Pasar
Upaya pemasaran sosial adalah untuk mempertahankan atau menjaga kelangsungan perubahan sosial sesuai dengan perencanaan. Terdapat tiga tahapan perencanaan kampanye pemasaran sosial, sebagai berikut:
•    Pertama, meneliti dan memonitor kondisi target adopter untuk lebih mengetahui alternatif mana yang lebih tepat untuk pelaksanaan program, gagasan, dan praktik-praktik sosial.
•    Kedua, memprediksi secara tepat berbagai alternatif yang sesuai dengan keinginan atau kebutuhan target adopter.
•    Ketiga, merencanakan pemasaran sosial yang dapat menghadapi atau mengantisipasi terjadinya perubahan atau dinamika dari kehidupan secara tepat dan efektif.
    Selain mengacu kepada formula 4-Ps (Product, Price, Promotion, and Place) maka dalam hubungan dengan pengiriman dan pelayanan produk pemasaran sosial, pihak pemasaran sosial (social marketing) paling tidak harus dilengkapi dengan 3-P, yaitu:
1.    Personal, pihak-pihak yang terlibat penjualan atau pengiriman produk sosial kepada target adopter tersebut memiliki keterampilan (skill) yang baik dalam berkomunikasi dan penguasaan pengetahuan mengenai produk (product knoeledge) yang akan disampaikan.
2.    Presentation, kemampuan melakukan presentasi (tatap muka) secara teknis, komunikatif, aktraktif, dan kreatif dalam penyampaian produk sosial untuk membangkitkan minat dari pihak target adopter.
3.    Process, langkah-langkah yang dibutuhkan target adopter untuk memperoleh atau memanfaatkan produk yang ditawarkan tersebut dengan cara lebih mudah.
    Dengan demikian maka konsep dan strategi pemasaran sosial tersebut dapat diartikan sebagai penggunaan prinsip-prinsip dan teknik pemasaran untuk penyampaian ide dan perilaku masyarakat tertentu. Berikut ini beberapa elemen yang dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan pemasaran sosial dalam suatu kampanye Public Relations (Kotler & Roberto, 1989: 17) :
•    Cause, yaitu sasaran sosial yang dipercaya oleh agen perubahan (change agent) akan dapat memberikan jawaban terhadap suatu masalah sosial ataupun kehidupan masyarakat.
•    Change agent, yaitu individu atau kelompok yang mencoba mengadakan suatu perubahan sosial dengan melancarkan suatu kampanye perubahan sosial.
•    Target adopter, yaitu suatu kelomopk masyarakat yang menjadi sasaran dari target sosial marketing.
•    Channels, saluran komunikasi sebagai media atau saluran yang dipergunakan untuk mempengaruhi opini, pandangan, dan nilai-nilai dari kelompok sasaran (target adopters).
•    Change strategy, yaitu strategi, petunjuk atau program yang digunakan pihak agen perubahan sosial (social marketer) dalam menghasilkan suatu perubahan sikap dan tingkah laku dari target sasaran tersebut.

Produk Sosial
    Produk-produk yang dilaksanakan dalam program pemasaran sosial antara lain dengan: Pertama, ide sosial (social idea) yang berhubungan dengan nilai-nilai (value), dan kepercayaan (belief), serta sikap tindakan (attitude) atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat yang merupakan atau mempengaruhi tingkah pola atau pandangan tertentu yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Kedua, adalah praktik sosial (social practice) yang berhubungan dengan tindakan dan perilaku (act & behavior), seperti peran serta masyarakat dalam vaksinasi atau kampanye Polio Nasional (PIN), kampanye Cinta Rupiah dan produk Indonesia, program KB atau kampanye berhenti merokok. Ketiga, adalah suatu objek nyata yang merupakan produk fisik dari produk-produk sosial.
    Unsur-unsur utama yang harus diperhatikan dalam merancang strategi kampanye PR dalam pemasaran yang berkaitan dengan ide sosial, dan produk-produk sosial lainnya dimana kelompok masyarakat yang menjadi target sasaran adalah sebagai berikut:
•    Karakter sosial demografis
Yakni terdiri dari atribut eksternal kelas sosial, tingkat pendapatan ekonomi, tingkat pendidikan, usia, dan kemampuan masing-masing masyarakat dan sebagainya.
•    Profil psikologis
Merupakan atribut internal seperti sikap, nilai-nilai individu, motivasi, trendi, kepribadian, dan lain-lain.
•    Karakteristik perilaku masyarakat
Seperti pola perilaku, adat kebiasaan, karakteristik dalam mengambil keputusan, musyawarah dan mufakat, kegotong royongan, dan lain-lain.

Konsep Pemasaran Kemasyarakatan
    Konsep mutakhir dalam Sosial Marketing PR, menyatakan tugas organisasi atau perusahaan adalah memadukan konsep-konsep pemasaran murni kedalam bentuk falsafah atau budaya perusahaan, serta kepeduliannya terhadap lingkungan hidup dan nilai-nilai kemasyarakatan. Konsep-konsep sosial kemasyarakatan tersebut, disamping menghindari konflik-konflik yang mungkin timbul dari pihak masyarakat sebagai konsumen, dipihak lain berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan serta memenuhi hak-hak masyarakat sebagai konsumen. Berkaitan dengan banyaknya keluhan dari pihak masyarakat melalui konsep pemasaran masyarakat tersebut maka perumusan cocial marketing oleh pihak lembaga atau perusahaan yang bersangkutan menjadi sesuatu yang penting. Perumusan tersebut mengandung unsur-unsur:
•    Laba perusahaan yang diharapkan dari bisnis yang dijalankan.
•    Perumusan keinginan konsumen dalam jangka panjang.
•    Tanggung jawab sosial, kemakmuran masyarakat, kelestarian lingkungan hidup dan perlindungan hak-hak konsumen.
•    Produk yang dihasilkan berkaitan dengan kelestarian lingkungan atau berwawasan lingkungan, yang disebut dengan eco-labelling dan sebagainya, baik berlaku nasional maupun internasional.
    Pada akhirnya pemasaran sosial yang diterapkan baik diperusahaan/lembaga non komersial, maupun komersial bertujuan: Pertama, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat umum. Kedua, untuk mengurangi dampak kerusakan kualitas lingkungan hidup. Ketiga, perlindungan dan keamanan masyarakat konsumen.
    Aspek-aspek hubungan kemasyarakatan (community relations) khususnya yang menyangkut penyebaran pesan-pesan pembangunan, ide-ide dan produk-produk sosialnya akan lebih efektif jika dilaksanakan melalui kiat dan strategi pemasaran sosial sebagaimana adagium, mengapa anda tidak dapat menjual persaudaraan dan pemikiran rasional seperti anda menjual sebuah toko. Keberhasilan dalam kampanye pemasaran sosial tergantung pada kelompok yang menunjang aktivitas tersebut antara lain sebagai berikut:
•    Permission-granting groups
Kelompok institusi yang berwenang dalam hal memberikan perizinan dan lain sebagainya.
•    Support groups
Kelompok sebagai penunjang atau pendukung.
•    Opposition groups
Kelompok sebagai penantang atau kurang setuju.
•    Evaluating groups
Kelompok sebagai penilai, pengamat atau berpengaruh.

Manajemen Pemasaran Sosial (social marketing)
    Secara garis besarnya, manajemen pemasaran sosial memiliki tiga tahapan, yaitu:
a.    Defining the product & marketing
Mencari kecocokan ide, teori dan praktis tentang produk, marketing hingga target adopters. Disini dibutuhkan suatu konsep pemasaran suatu produk dan target adopter secra tepat dan jitu.
b.    Designing the product &market fit
Pada tahap ini yang dialkukan adalah mencari jawaban atas pertanyaan “whats makes a good fit?” dengan efektif sebagai cara mencari solusi bagi kelompok target adopters. Hal tersebut dialkukan melalui tiga langkah:
•    Kesesuaian antara kebutuhan target adopter dengan ide dan praktik sosial.
•    Memperkuat posisi (positioning) yang dipilih dengan memberikan label merek tertentu dengan pengemasan yang tepat dan menarik.
•    Membangun citra dan kepercayaan tentang produk sosial tersebut dalam upaya menarik simpati dan empati.
c.    Delivering the product &market fit
Pada posisi ini, pihak social marketer siap untuk membawa produk sosial tersebut kepada target adopternya dengan melakukan perencanaan awal kampanye. Aktivitas tersebut yang dilakukan sebagai pemicu untuk memotivasi dan mengadopsikan kepada target adopternya dilaksanakan melalui beberapa cara yaitu sebagai berikut:
•    The Delivery Personnal
•    The Delivery Presentation
•    The Delivery Process
•    The Defending of Market (konsisi dan situasi)
    Kemudian proses manajemen pemasaran sosial juga melalui beberapa tahapan diantaranya sebagai berikut:
a.    Menganalisis dan mengaudit lingkungan pemasaran sosial.
b.    Meneliti dan menganalisis populasi target adopter.
c.    Merancang strategi pemasaran sosial.
d.    Perencanaan program social marketing.

C.    Sembilan Elemen Marketing
Segmentasi
    Kemampuan produk barang/ jasa secara kreatif dapat diterima pasar (calon konsumen/ pengguna barang/ jasa yang dihasilkan perusahaan/ individu) berdasarkan kondisi tertentu misalkan : demografi (peta kependudukan) misal berdasarkan jenis pekerjaan nelayan, petani, pedagang. daya beli dan perilaku konsumen.(Misal produk yang dihasilkan untuk pelajar, maka produk tersebut harus mampu memenuhi trend yang sedang terjadi dikalangan pelajar dan tentunya dengan harga yang terjangkau untuk konsumen pelajar. Segmentasi tentunya dengan melihat/ disesuaikan dengan kebutuhan, keinginan, dan harapan. ukuran pasar, pertumbuhan serta keunggulan kompetitif dan situasi kompetisi
Targeting
    Kapasitas yang mampu dilayani oleh perusahaan dari seluruh permintaan pasar yang ada. dengan mengukur kemampuan segala aspek yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan produk/ jasa yang akan dipasarkan.
Positioning
    Janji yang diberikan produsen kepada konsumen tentang produk yang dihasilkan. bahwa produk yang dihasilkan benar benar produk yang diharapkan oleh calon konsumen yang mendambakan produk tersebut.
Diferensiasi
    Produk kami berbeda dengan produk yang sejenis yang diproduksi oleh perusahaan lain. ketika seorang konsumen membeli produk dapat mengerti bahwa produk yang telah di beli adalah benar benar produk yang tepat sesuai dengan keinginannya. misal Apa yang ditawarkan (Daftar produk yang ditawarkan " Daftar menu makanan"), Bagaimana cara kita menawarkan (menyapa pelanggan " Selamat pagi bapak/ibu ada yang bisa kami bantu ? ).
Marketing Mix (Product, Price, Place, Promotion)
    Menyatukan tawaran perusahaan kepada calon konsumen tentang produk, harga, tempat konsumen dapat dengan mudah mendapatkan produk tersebut, komunikasi perusahaan melalui promosi perusahaan, yang isinya informasi tentang keunggulan produk yang dihasikan.
Selling/ menjual produk
    Menjual produk tidak sekedar menjual produk barang/ jasa tetapi bagaimana cara produsen menciptakan hubungan timbal balik/relationship dalam jangka panjang.
Brand/ Merrk
1.    Kesadaran/ Awareness (Kekuatan merk di benak konsumen " HP => Nokia, Samsung").
2.    Received quality ( Kwalitas produk yang dirasakan konsumen "Penampilan, keistimewaan, dapat dipercaya, manfaat dll").
3.    Association (Keterkaitan misi produk "Informasi mengenai merk/ produk").
4.    Loyalty (Kesetiaan pelanggan " Fanatisme/ memilih produk tertentu" ).
Service/ Layanan produk
    Layanan pelanggaan yang meliputi layanan Pra jual/ sebelum konsumen membeli hingga konsumen menentukan pilihan membeli dan layanan setelah konsumen membeli produk. Layanan produk ini mampu menciptakan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan. sebagai wujud kepedulian/ penghargaan produsen terhadap konsumen yang telah menggunakan produknya.
Proses
    Kemampuan perusahaan menciptakan Customer value, artinya proses bisnis didalam organisasi dijalankan dengan komitmen kualitas tinggi dengan harga yang layak dan waktu penyampaian kepada calon konsumen dalam waktu yang secepat mungkin dalam pengertian lain kegiatan proses produksi dlaksanakan secara efisien dan efektif.
Strategi Pemasaran
    Philip Kotler membahas lima isu strategi pemasaran dalam edisi 9 nya Manajemen Pemasaran
Membedakan dan Positioning Penawaran Pasar
Mengembangkan Produk Baru
Mengelola Strategi Siklus hidup
Merancang Strategi pemasaran untuk Pemimpin Pasar, Penantang, Pengikut, dan niches
Merancang dan Mengelola Strategi Pemasaran Global
 Isu-isu yang tercakup dalam Knol berbeda dengan saya.
(Catatan pribadi Penulis: Revisi Manajemen Teori , sebuah blog baru akan memiliki semua artikel manajemen diterbitkan oleh saya pada Knol dan akan datang MBA Revisi Buku Pedoman, proyek yang saya mulai pada Knol). Knol ini menjelaskan membedakan dan positioning. 

Membedakan dan Positioning Penawaran Pasar
    Isu-isu yang dibahas dalam bidang membedakan dan Positioning yang menawarkan pasar adalah:
•    Alat untuk Diferensiasi Kompetitif.
•    Mengembangkan Strategi Positioning.
•    Mengkomunikasikan Positioning Perusahaan
Alat untuk Diferensiasi Kompetitif
    Diferensiasi - Definisi: adalah tindakan merancang satu set perbedaan yang berarti untuk membedakan penawaran perusahaan dari penawaran pesaing.
Boston Consulting Group diferensiasi peluang matriks: Sebenarnya itu adalah matriks keunggulan kompetitif berlaku untuk peluang diferensiasi.
Empat jenis-jenis industri yang diidentifikasi oleh BCG matriks adalah:
Volume industri: hanya beberapa keunggulan kompetitif namun sangat besar yang mungkin. Manfaat dari keuntungan sebanding dengan ukuran perusahaan dan pangsa pasar. Contoh yang diberikan - industri konstruksi
    Industri jalan buntu: dalam jenis ini hanya ada sedikit peluang dan manfaat dari masing-masing adalah kecil.Manfaatnya juga tidak sebanding dengan ukuran atau pangsa pasar. Contoh: industri baja - Sulit untuk membedakan produk atau mengurangi biaya manufaktur. Industri terfragmentasi: di jenis ini, ada banyak kesempatan, tetapi manfaat dari masing-masing dari mereka adalah kecil. Manfaat tidak tergantung pada ukuran atau pangsa pasar. Industri khusus: dalam jenis ini, peluang lebih dan manfaat dari setiap kesempatan yang tinggi. Manfaat tidak berhubungan dengan ukuran atau pangsa pasar.
    Kotler menyebutkan, pengamatan Milind Lele bahwa perusahaan berbeda dalam manuver potensi mereka bersama lima dimensi: target pasar mereka, produk, tempat (saluran), promosi, dan harga. Kebebasan manuver dipengaruhi oleh struktur industri dan posisi perusahaan dalam industri. Untuk setiap kesempatan kompetitif yang potensial atau opsi dibatasi oleh manuver tersebut, perusahaan perlu untuk memperkirakan return. Mereka peluang yang menjanjikan keuntungan tertinggi mendefinisikan memanfaatkan strategis perusahaan. Konsep manuver memunculkan fakta bahwa pilihan strategis yang bekerja sangat baik dalam satu industri tidak dapat bekerja sama dengan baik di industri lain karena manuver rendah bahwa pilihan dalam industri yang berbeda dan oleh perusahaan dalam pertimbangan.
Lima Dimensi Diferensiasi
    Mengenai alat diferensiasi, lima dimensi dapat dimanfaatkan untuk memberikan diferensiasi.
•    Produk, Layanan yang menyertai pemasaran, penjualan dan layanan purna jual. Personil yang berinteraksi dengan pelanggan.
•    Saluran.
•    Gambar.
•    Membedakan sebuah Produk.
•    Fitur.
•    Kualitas:   kinerja dan kesesuaian
•    Kinerja - kinerja prototipe atau sampel dipamerkan,
•    Kesesuaian - Kinerja dari setiap item yang dibuat oleh perusahaan di bawah spesifikasi yang sama.
•    Daya tahan.
•    Keandalan dalam perbaikan.
•    Gaya.
•    Desain.
Layanan diferensiasi
•    Pengurutan kemudahan.
•    Pengiriman.
•    Instalasi.
•    Pelatihan pelanggan.
•    Pelanggan konsultasi.
•    Layanan Miscellaneous.
Personil Diferensiasi
•    Kompetensi.
•    Kesopanan.
•    Kredibilitas.
•    Keandalan.
•    Responsif.
•    Komunikasi.
Saluran diferensiasi
•    Liputan.
•    Keahlian dari para manajer saluran.
•    Kinerja saluran dalam kemudahan pemesanan, dan pelayanan, dan personil.
Diferensiasi citra
    Perbedaan pertama antara Identitas dan Gambar - Identitas dirancang oleh perusahaan dan melalui berbagai tindakan perusahaan mencoba untuk membuatnya dikenal ke pasar. Gambar adalah pemahaman dan pandangan pasar tentang perusahaan. Sebuah gambar yang efektif melakukan tiga hal untuk suatu produk atau perusahaan.
1. Ini menetapkan karakter merencanakan produk dan proposisi nilai.
2. Ini membedakan produk dari produk yang bersaing.
3. Ini memberikan kekuatan emosional dan mengaduk hati serta pikiran pembeli.
    Identitas perusahaan atau produk dikomunikasikan ke pasar dengan Simbol Tertulis dan audiovisual media yang Suasana tempat fisik dengan mana pelanggan datang ke dalam kontak Acara yang diselenggarakan atau disponsori oleh perusahaan.

Mengembangkan Strategi Positioning
    Levitt dan lain-lain telah menunjukkan lusinan cara untuk membedakan penawaran (Theodore Levitt: "Keberhasilan Pemasaran melalui diferensiasi-apa pun", Harvard Business Review, Jan-Feb, 1980). Sementara perusahaan dapat membuat banyak perbedaan, setiap perbedaan yang diciptakan memiliki biaya serta menguntungkan konsumen. Sebuah perbedaan yang bernilai mendirikan ketika manfaat melebihi biaya.Lebih umum, perbedaan bernilai mendirikan sejauh yang memenuhi kriteria berikut.
•    Penting: Perbedaan memberikan manfaat yang sangat berharga untuk jumlah yang cukup pembeli. Distinctive: Perbedaan baik tidak ditawarkan oleh orang lain atau ditawarkan dalam cara yang lebih khas oleh perusahaan.
•    Superior: Perbedaannya adalah lebih unggul dari cara-cara memperoleh manfaat yang sama.
•    Menular: Perbedaannya adalah menular dan terlihat oleh pembeli.
•    Preemptive: Perbedaan tidak dapat dengan mudah ditiru oleh pesaing.
•    Terjangkau: Pembeli mampu membayar harga yang lebih tinggi.
•    Menguntungkan: Perusahaan akan membuat keuntungan dengan memperkenalkan perbedaan.
Posisi 
    Positioning adalah hasil dari keputusan diferensiasi. Ini adalah tindakan merancang penawaran perusahaan dan identitas (yang akan menciptakan gambar yang direncanakan) sehingga mereka menempati posisi kompetitif yang berarti dan berbeda dalam benak pelanggan target. Hasil akhir dari positioning adalah terciptanya proposisi nilai pasar-fokus, pernyataan yang jelas sederhana mengapa target pasar harus membeli produk.
Contoh:
Volvo (station wagon). Target pelanggan-Keselamatan kelas atas keluarga sadar. Manfaat - Ketahanan dan Keamanan. Harga - premium 20%. Nilai proposisi - wagon paling aman, paling tahan lama di mana keluarga Anda bisa naik.
Berapa banyak perbedaan untuk mempromosikan?
    Banyak pemasar mempromosikan advokat hanya satu manfaat di pasar (penawaran pasar Anda mungkin memiliki banyak differentiators, sebenarnya harus memiliki differentiators banyak produk, layanan, personil, saluran, dan gambar). Kotler menyebutkan bahwa promosi manfaat ganda mungkin diperlukan, jika beberapa perusahaan lebih mengklaim untuk menjadi yang terbaik pada atribut yang sama. Kotler memberikan contoh dari Volvo, yang mengatakan "aman" dan "tahan lama".
Empat kesalahan posisi utama, yakni:
1.    Underpositioning: Pasar hanya memiliki gagasan yang kabur dari produk.
2.    Overpositioning: Hanya kelompok sempit pelanggan mengidentifikasi dengan produk.
3.    Bingung posisi: Pembeli memiliki citra bingung produk karena klaim manfaat terlalu banyak atau perubahan klaim terlalu sering.
4.    Diragukan posisi: Pembeli merasa sulit untuk percaya klaim merek dalam pandangan fitur produk, harga, atau produsen.
Berbagai posisi strategi atau tema
•    Atribut posisi: Pesan menyoroti satu atau dua dari atribut produk.
•    Manfaat posisi:   Pesan menyoroti satu atau dua manfaat kepada pelanggan.
•    Gunakan / posisi aplikasi: Klaim produk sebagai terbaik untuk beberapa aplikasi.
•    Pengguna posisi: Klaim produk sebagai terbaik bagi sekelompok pengguna. - Anak-anak, perempuan, perempuan yang bekerja dll.
•    Pesaing posisi: Klaim bahwa produk lebih baik dari pesaing.
•    Kategori produk positioning: Klaim sebagai yang terbaik dalam kategori produk Ex: peringkat reksa dana - Lipper.
•    Kualitas / Harga posisi: Klaim nilai terbaik untuk harga

Segmentasi pasar
Segmentasi pasar adalah sebuah konsep dalam ekonomi dan pemasaran . Sebuah segmen pasar adalah sub-set dari sebuah pasar yang terdiri dari orang atau organisasi dengan satu atau lebih karakteristik yang menyebabkan mereka untuk permintaan produk yang sama dan / atau jasa berdasarkan kualitas produk-produk seperti harga atau fungsi. Segmen pasar benar memenuhi semua kriteria berikut: ini berbeda dari segmen lainnya (segmen yang berbeda memiliki kebutuhan yang berbeda), adalah homogen dalam segmen (pameran kebutuhan umum); menanggapi mirip dengan stimulus pasar, dan dapat dicapai dengan intervensi pasar. Istilah ini juga digunakan ketika konsumen dengan produk yang identik dan / atau kebutuhan layanan dibagi menjadi kelompok-kelompok sehingga mereka dapat diisi jumlah yang berbeda untuk layanan. Orang-orang di segmen yang diberikan seharusnya serupa dalam hal kriteria yang mereka tersegmentasi dan berbeda dari segmen lain dalam hal kriteria ini. Ini dapat secara luas dipandang sebagai 'positif' dan 'negatif' aplikasi dari ide yang sama, membelah sampai pasar ke dalam kelompok-kelompok kecil.
•    Jenis kelamin
•    Harga
•    Minat
•    Lokasi
•    Agama
•    Penghasilan
•    Ukuran Rumah Tangga
    Meskipun mungkin ada secara teoritis 'ideal' segmen pasar, dalam kenyataannya setiap organisasi yang bergerak di pasar akan mengembangkan cara-cara yang berbeda membayangkan segmen pasar, dan menciptakan diferensiasi produk strategi untuk mengeksploitasi segmen. Segmentasi pasar dan strategi diferensiasi produk yang sesuai dapat memberikan perusahaan keuntungan komersial sementara.


BAB III
MARKETING PUBLIC RELATIONS DAN PUBLIC RELATIONS (HUMAS)

A.    Kaitan Antara Marketing Public Relations dengan Public Relations (Hubungan Masyarakat)
    Pembahasan mengenai marketing PR telah mengungkapkan adanya suatu perkembangan dalam kerangka public relations (Hubungan Masyarakat) pada tahun-tahun terakhir ini. Di dalam kegiatannya sebagai suatu unit dalam perusahaan, terdapat beberapa persamaan antara MPR dengan unit humas dalam suatu lembaga yang disebut dengan CPR..
    Pakar manajemen Philip Kotler mengemukakan perlunya unsur public relations dalam kegiatan marketing. Gagasan marketing mix yang diperkenalkan Kotler sudah tidak asing lagi di dunia marketing dan manajemen secara umum. Gagasan ini terdiri dari unsur 4-P, yang kemudian setelah melihat perkembangan marketing dalam rangka gejolak persaingan di berbagai negara di dunia, dia menambahkan gagasannya itu dengan dua unsur lagi, yaitu power dan PR sehingga menjadi 6-P, dan dikenal dengan Mega marketing.
    Dimasukkannya unsur PR ke dalam kerangka gagasan memperlihatkan perlu adanya daya pendorong dalam setiap kegiatan pemasaran. Kotler sejak semula telah membahas peranan dalam kerangka marketing. Hal ini menunjukkan bahwa faktor hubungan masyarakat turut memainkan peranan penting dalam kegiatan pemasaran. Melalui teori Thomas L. Harris dengan gagasan marketing PR, bertambah jelaslah posisi kehumasan dalam kegiatan marketing. Dengan munculnya MPR membuat para pelaku marketing menyadari akan arti penting dukungan komunikasi, yang menjadi unsur pokok dalam kegiatan hubungan masyarakat. Atau dalam arti kata lain, komunikasi dan informasi diperlukan untuk berhubungan dengan publik atau dalam pengertian marketing, yaitu konsumen. Konsumen tidak lagi dapat dipengaruhi hanya dengan periklanan atau kegiatan promosi. Dalam hal ini diperlukan sesuatu yang dapat “mendorong dan menarik” dalam setiap kegiatan marketing.
    Dalam gagasan MPR-nya itu, Harris telah membagi bidang-bidang kegiatan MPR, CPR, dan juga kegiatan marketing sendiri, sekalipun nampaknya dalam kegiatan MPR dan CPR, ada beberapa bidang yang “tumpang tindih”, misalnya dalam kegiatan hubungan media dan publikasi. Tetapi hal ini memberikan petunjuk betapa diperlukannya keterampilan dalam bidang media, yang dimiliki oleh mitra kerja Humas, yaitu wartawan.
    Gagasan ini memberikan petunjuk agar praktisi MPR harus mahir dengan cara dan gaya penulisan, yang sebelumnya sudah dimiliki dan merupakan keharusan bagi praktisi humas. Pembahasan ini memberikan ungkapan bahwa dalam suatu perusahaan, di mana juga terdapat MPR di samping CPR, diperlukan penelaahan dan pembagian tugas yang dapat dibahas bersama dengan pimpinan perusahaan guna menghindarkan kesimpangsiuran dan pembagian tugas yang positif yang diperlukan oleh suatu perusahaan.

B.    Budaya Korporat dan Profesionalisme dalam Kaitannya dengan Manajemen Public Relations (Hubungan Masyarakat)
    Budaya korporat berkaitan erat dengan perkembangan suatu perusahaan, dan sudah merupakan sesuatu yang harus diwujudkan oleh para eksekutif atau CEO. Dalam kaitan ini hubungan masyarakat berperan untuk membantu pimpinan perusahaan, bukan hanya untuk merumuskannya tetapi juga untuk memasyarakatkannya, baik untuk publik internal maupun publik eksternal.
    Sebagai contoh, uraian yang dipetik dari buku corporate culture menghadapkan kita pada permasalahan budaya korporat, yang pernah suatu ketika dianggap tidak menunjang keberadaan perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat, jika dibandingkan dengan di Jepang. Keadaan di Jepang dianggap mantap dan dipahami serta memperoleh dukungan dari masyarakatnya. Hal inilah yang menjadikan perusahaan-perusahaan di negara Matahari Terbit itu dapat bertahan kokoh dalam melaksanakan kegiatannya.
    Apa saja yang menjadi dasar dari budaya korporat? Upaya apa yang dapat dilakukan untuk menyampaikannya pada khalayak, serta dalam hal ini apa peranan hubungan masyarakat sebagai suatu unit yang memiliki berbagai cara dalam jalur komunikasi? Dalam modul ini dikutip pendapat beberapa pakar yang pada pokoknya mengemukakan budaya korporat itu adalah seperangkat nilai, norma serta kepercayaan yang disepakati dan diyakini segenap karyawan suatu perusahaan, dan yang dapat direfleksikan di dalam perilaku serta kebijakan-kebijakan perusahaan. Budaya korporat ini ditegaskan akan dapat membentuk karakter dan identitas perusahaan, serta menjadi sarana untuk membedakannya dengan perusahaan lain.
    Suatu contoh klasik adalah mengenai usaha untuk menggoyahkan kepercayaan masyarakat di negara Paman Sam mengenai perusahaan Coca Cola, yang dipermasalahkan dan hal ini diprakarsai oleh perusahaan saingannya, Pepsi Cola. Tetapi upaya ini tidak berhasil dan tetap menempatkan kepercayaan masyarakat pada Coca Cola. Semuanya ini dikarenakan identitas perusahaan yang dimiliki Cola Cola sudah terbina dengan kuat, berkat budaya korporat dari Coca Cola yang tidak dapat lagi digoyahkan.
    Suatu gambaran lain dari perlunya diciptakan budaya korporat dari suatu perusahaan tidak lagi hanya berpegang pada kendali keluarga semata-mata atau dengan istilah lain yang disebut dengan run by the family, namun tiba saatnya diperlukan tenaga yang profesional untuk mengendalikan roda perusahaan. Hal ini dikarenakan bisnis semakin besar, dan hal ini memerlukan pemikiran lain demi kelanjutan perusahaan, dan disadari betapa perlunya profesionalisme, misalnya dalam hal penempatan seseorang pada jabatan yang tepat, dan sebagainya.
    Dengan uraian ini jelas bagi Anda apa yang dimaksudkan dengan citra perusahaan sebagaimana dikemukakan oleh pakar Frank Jefkins. Semua ini bersumber pada pengetahuan dan pengalaman orang. Dalam hal inilah hubungan masyarakat berperan, dan praktisinya harus dapat memahami corak bisnis yang diemban oleh perusahaannya. Dalam kaitan ini Jefkins memberikan beberapa contoh mengenai mengapa budaya korporat diperlukan oleh sebuah perusahaan.
    Dalam hubungan ini, diambil dua kasus yang pernah terjadi di tanah air kita, yaitu mengenai penggantian nama dan logo perusahaan penerbangan Garuda, dan Bank Negara Indonesia (BNI 46). Dari uraian ini dapatlah Anda pahami arti penting identitas dan citra perusahaan, yang terkait di dalam budaya korporat.

C.    Profesionalisme Hubungan Masyarakat, Problematika dan Masa Depannya
    Uraian mengenai profesionalisme hubungan masyarakat dapat memberikan jawaban atas masih adanya keraguan apakah hubungan masyarakat itu suatu disiplin ilmu yang dapat dipertanggungjawabkan. Uraian ini akan dapat mengikis semua keraguan yang timbul mengenai hubungan masyarakat sebagai suatu profesi yang profesional. Jelaslah, bahwa profesi ini, selain dari dasar ilmu yang diembannya, juga berkembang dari semua upaya yang ada kaitannya dengan kegiatan para praktisinya dalam melakukan tugasnya.
    Profesionalisme Hubungan Masyarakat sudah tercermin ketika kita membahas kode etik profesinya pada modul-modul pertama dari rangkaian buku materi pokok ini. Dalam hal ini, mari kita merujuk kembali pada pendapat sarjana Talcott Parsons mengenai dasar suatu profesi yang berisikan empat kriteria pokok guna menegaskan bahwa suatu bidang ilmu adalah sebuah profesi. Kita dapat mengambil contoh bidang jurnalistik atau kedokteran.
Sama halnya dengan jurnalistik, hubungan masyarakat tidak didukung oleh semacam brevet, sebagaimana halnya dengan profesi kedokteran, yang mengharuskan seorang dokter bersumpah demi profesinya itu. Jadi tanggung jawab itu terletak di pundak para praktisinya guna melaksanakan tugasnya.
    Kriteria yang dikemukan Talcott Parsons menyebutkan: pertama, harus ada latihan formal bagi para anggotanya. Hal ini tidak perlu disangsikan dari pelajaran atau latihan yang diperoleh oleh para mahasiswa (praktisi) ketika sedang mengikuti perkuliahan maupun pelatihan dalam mata pelajaran hubungan masyarakat. Kedua, harus ada keterampilan khas bagi para praktisinya. Dalam kriteria ini jelas adanya berbagai latihan yang dapat diserap atau dipahami oleh para mahasiswa (praktisi), baik mengenai teori maupun praktek. Ketiga, harus ada lembaga praktek. Hal ini pun jelas dapat dibuktikan karena praktek hubungan masyarakat pada prinsipnya harus ada pelembagaan, jadi tidak ada bedanya dengan profesi-profesi lainnya. Profesi ini, baik sebagai unit di dalam organisasi atau perusahaan, maupun sebagai perusahaan konsultan, harus dilengkapi dengan sarana penunjangnya. Ini merupakan prasyarat agar praktek hubungan masyarakat dapat bekerja dengan baik dan efisien. Keempat, harus ada kaidah-kaidah perilaku atau kode etik yang akan “mengikat” para praktisi dengan berbagai ketentuan yang merupakan disiplin, pedoman, yang juga disebut sebagai “polisi hati nurani” para praktisi dalam menjalankan tugasnya.
    Keempat kriteria ini dapat memperjelas arti profesionalisme hubungan masyarakat sebagai suatu disiplin ilmu. Tidak perlu lagi diragukan keabsahannya sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan, yang melaksanakan atau mengemban semua bentuk teori dan praktek yang sebagian besar berasal dari jalur ilmu komunikasi, sebagai salah satu sumbernya, maupun dari disiplin-disiplin ilmu sosial lainnya, misalnya sosiologi, administrasi, dan manajemen.
Keempat kriteria ini dapat lebih dipertegas dengan memberikan jawaban atas empat pertanyaan mengenai profesi kehumasan. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan memberikan pengertian mengenai hubungan masyarakat sebagai suatu profesi.
Dari apa yang dikemukakan di atas, ada baiknya jika kita menggarisbawahi pendapat Dr. Jon White dan Laura Mazur, agar para praktisi hubungan masyarakat mengembangkan kualifikasi dan ilmu pengetahuan mereka agar peranan mereka nantinya (di masa depan) tidak diambil alih atau digantikan oleh tenaga-tenaga lain, misalnya dari studi-studi manajemen, pemasaran, atau hukum.
    Semua ini dapat saja terjadi karena pola dasar pendidikan atau pelatihan ketiga studi ini dapat dikatakan tumpang tindih dengan studi hubungan masyarakat. Maka hal ini merupakan suatu warning atau peringatan bagi para praktisi hubungan masyarakat agar tidak berpuas diri dengan apa yang mereka peroleh, tetapi harus giat dan menggali lebih dalam lagi di abad globalisasi ini. Para praktisi harus dapat menimba dan menambah ilmu pengetahuan mereka dan memperkayanya dengan bidang-bidang studi terkait yang semakin canggih dewasa ini, yang menantang setiap insan ilmuwan, misalnya mengenai perkembangan komunikasi dengan kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat antara lain di bidang komputer, internet, dan lainnya. Semua ini tidak terlepas dari kegiatan hubungan masyarakat. Inilah antara lain tantangan yang dihadapi oleh para praktisi hubungan masyarakat dalam upaya meningkatkan dan memelihara profesionalisme hubungan masyarakat.

3 komentar:

  1. Kami ingin berbagi cerita kepada anda semua bahwa saya yg dulunya cuma seorang TKW di HONGKONG jadi pembantu rumah tangga yg gajinya tidak mencukupi keluarga dikampun,jadi TKW itu sangat menderita dan disuatu hari saya duduk2 buka internet dan tidak disengaja saya melihat komentar orang tentan KI ANGEN JALLO dan katanya bisa membantu orang untuk memberikan nomor yg betul betul tembus dan kebetulan juga saya sering pasan nomor di HONGKONG,akhirnya saya coba untuk menhubungi KI ANGEN JALLO dan ALHAMDULILLAH beliau mau membantu saya untuk memberikan nomor,dan nomor yg diberikan KI ANGEN JALLO meman betul2 terbukti tembus dan saya sangat bersyukur berkat bantuan KI ANGEN JALLO kini saya bisa pulang ke INDONESIA untuk buka usaha sendiri,,munkin saya tidak bisa membalas budi baik KI ANGEN JALLO sekali lagi makasih yaa KI dan bagi teman2 yg menjadi TKW atau TKI seperti saya,bila butuh bantuan hubungi saja KI ANGEN JALLO DI 0 8 5-2 8 3-7 9 0-4 4 4 insya ALLAH beliau akan membantu anda.Ini benar benar kisah nyata dari saya seorang TKW

    BalasHapus
  2. saya ijin mau mencantumkan beberapa kalimat, takkan saya lupa cantumkan sumber blog anda dalam kepustakaan saya.

    BalasHapus