Jumat, 18 Mei 2012

Rangkuman Buku Komunikasi Politik “Khalayak dan Efek” Dan Nimmo (Pengantar: Jalaludin Rakhmat)

Pendahuluan Komunikasi Politik
Mendefinisikan komunikasi politik memang tidak cukup hanya dengan menggabungkan dua definisi “komunikasi” dan “politik”. Ia memiliki konsep tersendiri, meskipun secara sederhana merupakan gabungan dari dua konsep tersebut. Komunikasi dan politik dalam wacana ilmu pengetahuan manusia merupakan dua wilayah pencarian yang masing-masing dapat dikatakan relatif berdiri sendiri. Namun keduanya memiliki kesamaan-kesamaan sebab memiliki objek material yang sama yaitu manusia. Kesamaan objek material ini membuat kedua disiplin ilmu itu tidak dapat menghindari adanya pertemuan bidang kajian. Hal ini deisebabkan karena masing-masing memiliki sifat interdisipliner, yakni sifat yang memungkinkan setiap disiplin ilmu membuka isolasi dan mengembangkan kajian kontekstualnya. Komunikasi mengembangkan bidang kajian yang beririsan dengan disiplin ilmu lainnya, seperti sosiologi dan psikologi, dan hal yang sama berlaku pula pada ilmu politik (Syam, 2002:18).
Komunikasi politik secara keseluruhan tidak bisa dipahami tanpa menghubungkannya dengan dimensi-dimensi politik serta dengan segala aspek dan problematikanya. Kesulitan mendefinisikan komunikasi politik terutama dipengaruhi oleh keragaman sudut pandang terhadap kompleksitas realitas sehari-hari. Kalaupun komunikasi dipahami secara sedehana sebagai “proses penyampaian pesan”, tetap saja akan muncul pertanyaan, apakah dengan demikian komunikasi politik berarti “proses penyampaian pesan-pesan politik.“ Lalu apa yanmg disebut dengan pesan-pesan politik itu? Berkenaan dengan hal tersebut, sebelum memhami konsep dasar komunikasi politik.
Gabriel Almond (1960): komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik. “All of the functions performed in the political system, political socialization and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication,are performed by means of communication.”
Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada saat keenam fungsi lainnya itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik.
Communication (activity) considered political by virtue of its consequences (actual or potential) which regulate human conduct under the condition of conflict (Dan Nimmo). Kegiatan komunikasi yang dianggap komunikasi politik berdasarkan konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia dalam kondisi konflik. Cakupan: komunikator (politisi, profesional, aktivis), pesan, persuasi, media, khalayak, dan akibat.
Political communication refers to any exchange of symbols or messages that to a significant extent have been shaped by or have consequences for the political system (Meadow, 1980).
Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa –“penggabungan kepentingan” (interest aggregation” dan “perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi public policy. (Miriam Budiardjo).
Jack Plano dkk. Kamus Analisa Politik: penyebaran aksi, makna, atau pesan yang bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik, melibatkan unsur-unsur komunikasi seperti komunikator, pesan, dan lainnya. Kebanyakan komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga khusus, seperti media massa, badan informasi pemerintah, atau parpol. Namun demikian, komunikasi politik dapat ditemukan dalam setiap lingkungan sosial, mulai dari lingkup dua orang hingga ruang kantor parlemen.
Secara sederhana, komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara ”yang memerintah” dan ”yang diperintah”.
Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan seterusnya. Tak heran jika ada yang menjuluki Komunikasi Politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka.
 

Keterkaitan Opini dengan Komunikasi Politik
Dalam mempelajari komunikasi politik tidak terlepas dari opini publik. Opini publik itu sendiri adalah proses yang menggabungkan pikiran, perasaan, dan usul yang diungkapkan oleh warga negara secara pribadi terhadap pilihan kebijakan yang dibuat oleh pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas dicapainya ketertiban sosial dalam situasi yang mengandung konflik, perbantahan, dan perselisihan pendapat tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya. Seperti setiap proses, opini publik berubah dan berkembang. Sifat dinamis yang serupa pada opini publik, sifat yang dapat ditelusuri ke semua hal yaitu bagaimana  menyusun persepsi yang bermakna tentang gejala politik (citra politik mereka) dan mengungkapkan makna itu melalui kepercayaan, nilai, dan pengharapan yang saling lingkup (opini mereka).



Kecenderungan Kegiatan Opini
Pokok dasar pikiran tentang komunikasi politik ialah bahwa orang bertindak terhadap objek berdasarkan makna objek itu bagi dirinya. Akan tetapi, makna sebuah objek, demikian telah dikatakan, apakah objek itu manusia, tempat, peristiwa, gagasan , atau kata, tidak tetap dan tidak statis. Orang terus menerus menyusun makna berbagai objek dengan menangani objek-objek itu. Singkatnya, orang berperilaku terhadap objek dengan memberikan makna kepadanya, makna yang pada gilirannya diturunkan dari perilakunya sebagai individu. Melalui kegiatan komunikasi memberi dan menerima diantara makna dan tindakan ini orang memperoleh kecenderungan tertentu. Kecenderungan ini diperhitungkan ke dalam perilakunya jika ia memasuki situasi baru. Kecenderungan ini bukanlah pengaturan sebelumnya untuk bertindak dengan cara tertentu dalam situasi yang baru. Kecenderungan tidak menentukan perilaku lebih dulu, tetapi kecenderungan adalah kecenderungan dari suatu kegiatan. Kecenderungan menunjukkan garis tindakan kepada seseorang, tetapi bukan satu-satunya garis.
Miller, Balanter, dan Pribam menguraikan hubungan antara kecenderungan dan kegiatan dengan cara yang akan membantu memahami bagian peran yang dimainkan oleh kecenderungan dalam kegiatan mengungkapkan kepercayaan, nilai, dan pengharapan personal. Kegiatan adalah karakteristik intrinsik setiap organisme, termasuk manusia. Kegiatanm terdiri dari tiga tahap pokok yaitu citra, rencana, dan operasi. Citra adalah seseuatu yang telah dipelajari seseorang, yang relevan dengan situasi dan dengan tindakan yang bisa terjadi didalamanya. Aspek utama rencana ialah bahwa ia membawa perintah tidak hanya tentang apa yang harus dilakukan, tetapi juga tentang akibat melakukan sesuatu, melalui rencana seseorang membandingkan apa yang dimaksudkan dengan apa yang benar-benar terjadi. Operasi adalah apa yang dilakukan orang.
Citra, rencana, dan operasi merupakan matriks dari tahap-tahap kegiatan, situasi yang selalu berubah, didalam situasi itu orang memulai mengembangkan dan menyusun perilaku dengan cara yang bermakna sesuatu bagi dirinya. Kecenderungan seperti citra dan rencana adalah tahap-tahap kegiatan, dengan itu orang memperhitungkan segala sesuatu dan menghubungkannya dengan pikiran, perasaan, dan kesudiannya kepada apa yang dipersepsinya sebagai sesuatu yang relevan untuk menanggapi situasi tertentu.


Citra Personal Tentang Politik
    Pikiran, perasaan, dan kesudian subjektif yang menyusun citra orang tentang politik itu berguna, dan juga memuaskan bagi orang itu. Gunanya paling sedikit ada tiga. Pertama, betapa pun benar ataupun kelirunya, lengkap atau tidak lengkapnya pengetahuan orang tentang politik, hal ini memberi jalan kepadanya untuk memahami peristiwa politik tertentu. Kedua, kesukaan atau ketidaksukaan umum pada citra seseorang tentang politik menyajikan dasar untuk menilai objek politik. Ketiga, citra diri seseorang memberikan cara menghubungkan dirinya dengan orang lain.
    Dengan demikian citra seseorang membantu dalam membangun pemahaman, penilaian, dan pengidentifikasian peristiwa, gagasan, tujuan, atau pemimpin politik. Citra dapat membantu memberikan alasan yang dapat diterima secara subjektif tentang mengapa segala sesuatu hadir sebagaimana tampaknya, tentang preferensi politik, dan tentang penggabungan dengan orang lain. Akan tetapi, orang tidak hanya mempunyai alasan untuk bertindak. Orang juga mempunyai kebutuhan untuk bertindak. Abraham Maslow berteori bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan, bebrapa tingkatan kebutuhan itu yaitu:
•    Kebutuhan Fisiologi: makanan, pakaina, perumahan, udara, air, keturunan, dls.
•    Kebutuhan Keamanan dan Keterjaminan: jaminan kesejahteraan, perlindungan terhadap serangan, dls.
•    Kebutuhan Cinta dan Kebersamaan: afeksi, kebersamaan dengan orang lain, dls.
•    Kebutuhan Penghargaan: merasa diri berharga dan mampu.
•    Kebutuhan Aktualisasi diri: rasa pemenuhan diri, kontrol atas lingkungan dan nasib sendiri, dan kemampuan mencapai sesuatu yang diharapkan.
Orang bertukar citra itu melalui komunikasi politik sebagai cara untuk mengatur pertikaian mereka untuk menjamin ketertiban sosial yang melindungi peluang untuk memenuhi kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis. Seperti dikemukakan oleh Langer, “orang dengan atu dan lain cara dapat menyesuaikan diri dengan apapun yang ditanggulangi oleh imajinasinya, tetapi ia tidak dapat menangani kekacau-balauan.” Politik adalah salah satu cara untuk menangani kekacau-balauan sosial dan ancaman terhadap upaya memenuhi kebutuhan dasar yang berkaitan dengan gangguan.
    Setelah masuk kedalam politik, citra personal membantu membantu menggantikan persepsi kekacauan dengan rasa ketertiban sosial, apalagi citra rakyat bahkan dapat langsung memenuhi kebutuhan manusia, atau sekurang-kurangnya menghasilkan kesan bahwa kebutuhan itu terpenuhi.
Interpretasi personal tentang politik
    Dengan interpretasi, individu memperhitungkan segala sesuatu, menyusunnya, dan menanggapi yang paling menonjol. Berikut ini adalah beberapa kemungkinan dalam perumusan opini publik:
•    Keadaan internal: Ini mengacu kepada berbagai hal seperti ciri kepribadian, kecenderungan, sikap, emosi, keinginan, kebutuhan, suasana, motivasi, kebiasaan orang itu, dan sederetan faktor lain yang pada umumnya dianggap bersifat psikologis dan fisiologis.
•    Karakteristik demografi: Ini mencakup usia, jenis kelamin, etnik, wilayah tempat tinggal, kelas sosial (termasuk pendapatan, tingkat pendidikan, pekerjaan) seseorang, dls.
•    Karakteristik sosial: Ini mencakup kelompok tempat orang itu menjadi anggotanya, yakni kelompok yang menjadi identifikasinya, dihormatinya, dan dipandangnya sebagai contoh untuk apa yang akan dilakukannya dan bagaimana melakukannya.
•    Pertimbangan resmi/formal: Lembaga pemerintah, hukum, peraturan, pengaturan, prosedur, kebiasaan, dan akibat yang merugikan atau menguntungkan kalau dipatuhi atau ditentang, semuanya dapat dimasukkan kedalam proses interpretatif dalam merumuskan opini orang.
•    Preferens partisan: Banyak orang mempunyai preferensi yang lama dan tangguh terhadap partai politik, ideologi, atau tujuan dan semua ini dapat diperhitungkan melalui interpretasi.
•    Komunikasi: Disini kita harus memasukkan siapa sumber komunikasi itu dan bagaimana anggapan orang terhadap mereka, lambang dan pesan mereka, media yang digunakan, dan teknik persuasif yang digunakan.
•    Objek politik: Orang mengungkapkan opini tentang sesuatu mengenai peristiwa, isu, gagasan, pertanyaan, usul atau objek lain yang menjadi fokus dari rangsangan utama bagi pengungkapan opini.
•    Setting politik: Orang mengungkapkan opininya tentang objek, dan objek tersebut tampil dalam setting ini, kadang-kadang sebagai latar belakang penampilan objek tersebut, adakalanya dianggap lebih penting daripada objek itu sendiri.
•    Pilihan: Disini tercakup semua opini yang ada dan dapat diungkapkan orang (mendukung, menentang, berdiri ditengah-tengah, tidak mempunyai opini, tidak bisa menjawab) dan alat untuk dapat mengungkapkannya ─ pemberian suara, kampanye, derma uang bagi kandidat, tindakan kekerasan, dls.
Dalam matriks kecenderungan tindakan, yang menggabungkan citra, interpretasi, dan opini semuanya hanyalah hal yang mungkin diperhitungkan. Dalam beberapa keadaan internal seseorang langsung berasosiasi dengan opini yang diungkapkan, dalam hal lain adalah kepartisanan, persepsi terhadap apa yang dilakukan oleh pemimpin pemerintah, tanggapan terhadap media komunikasi tertentu, ketidakmampuan mengungkapkan pandangan dengan jelas, dan sebagainya. Proses interpretatif bukan sekedar mata rantai yang menghubungkan keadaan internal dengan perilaku seseorang. Juga bukan mekanisme yang hanya mengaktifkan rangsangan yang diajukan. Sebaliknya, melalui interpretasi, orang mengeksploitasi pikiran, perasaan, dan kesudiannya dengan cara yang dipikirkan dan aktif, dan menanggapi objek-objek dalam setting dengan cara yang bermakna secara subjektif.


Organisasi Opini Personal
    Opini adalah tanggapan aktif terhadap rangsangan, tanggapan yang disusun melalui interpretasi personal  yang diturunkan dan turut membentuk citra. Setiap opini merefleksikan organisasi yang kompleks yang terdiri atas tiga komponen, yaitu kepercayaan, nilai, dan pengharapan. Ketiganya ini saling lingkup, tetapi untuk tujuan memahami opini personal sebagai balik pembangun opini publik.


Kepercayaan Personal dalam Politik
    Para filosof telah lama berspekulasi tentang sumber kepercayaan dan ketidakpercayaan manusia. Francis Bacon, yang menulis pada awal abad ke 17, menyebutkan empat sumber utama sebagai “idola” atau konsepsi palsu. Orang yang menerima idola kaum menerima pernyataan palsu bahwa indera dan persepsi manusia merupakan sumber kepercayaan yang memadai. Dalam menelaah sumber kepercayaan yang relevan dengan politik, psikologi sosial, Daryl Bem, membedakan apa yang disebutkannya kepercayaan primitif dengan kepercayaan tingkat tinggi. Kepercayaan primitif adalah segala sesuatu yang kita terima sebagaimana adanya hampir sama sekali tanpa disadari bahwa kita memilikinya. Barangkali kepercayaan primitif yang paling penting adalah keyakinan tanpa ragu akan kesahihan indera kita.


Nilai Personal dalam Politik
    Nilai tidak lain adalah preferensi yang dimiliki orang terhadap tujuan tertentu dalam melakukan sesuatu. Preferensi ini sangat erat asosiasinya dengan isi afektif atau perasaan, citra personal yang membantu orang dalam menilai diri sendiri dan lingkungannya. Seperti kepercayaan, nilai bervariasi dalam hal arahnya (suka lawan tidak suka), intensitasnya (kuat, sedang, lemah), dan pentingnya nilai tertentu bagi seseorang. Psikologi Harry Stack Sullivan berteori bahwa nilai berasal dari dua kebutuhan untuk memenuhi persyaratan lingkungan hidup dan ketegangan, baik biologis maupun psikologis, dan kebutuhan akan keamanan dari situasi sosial yang membangkitkan kecemasan seperti celaan dari orang lain. Kebutuhan akan kepuasan dan keamanan ini memperkuat apa yang oleh Laswell dan Kaplan dilukiskan sebagai dua kategori nilai, yaitu:
•    Nilai kesejahteraan, termasuk upaya untuk mencapai kesehatan, kekayaan, keterampilan, dan pencerahan.
•    Nilai kehormatan, seperti kebutuhan akan penghormatan, reputasi akan integritas moral, afeksi dan popularitas dan kekuasaan.
Nilai kesejahteraan dan penghormatan ini yang berkaitan dengan pemenuhan kepuasan dan kebutuhan akan keamanan ini merupakan nilai terminal dan tujuan. Itulah nilai yang dicari, yang berbeda dari alat untuk mencapai tujuan itu, yakni merupakan nilai instrumental.
Pengharapan personal terhadap politik
    Pengharapan personal merupakan hal paling penting dalam politik. Orang sering mempertimbangkan peristiwa politik dengan penampilan pemimpin berdasarkan apa yang diharapkannya akan terjadi. Jika pengharapan itu tinggi dan peristiwa atau perbuatan pemimpin tidak sesuai dengannya, orang kecewa atau meremehkan politikus. Bila pengharapan itu rendah dan dilampaui dengan mudah orang dapat mendapatkan kejutan menyenangkan bahkan meskipun hasilnya jelek. Fungsi utama pers dalam proses opini ialah menaikkan atau menurunkan pengharapan melalui laporan mereka tentang peristiwa. Pers Indonesia memiliki latar belakang sejarah yang erat berhubungan dengan pergerakan nasional untuk memperjuangkan kemerdekaan nasional, dan dengan itu perjuangan untuk memperbaiki kehidupan rakyatnya. Meski posisi dan peranan pers mengalami pergeseran sesuai dengan perkembangan sejarah negara dan sistem politiknya, namun pers Indonesia memiliki karakter yang konstan, yakni komitmen sosial-politik yang kuat.


Sistem Refleksi Kepercayaan, Nilai, dan Pengharapan
    Opini menggabungkan kepercayaan, nilai, dan pengharapan, biasanya sebagai tanggapan terhadap suatu objek tersendiri. Oleh karena itu, orang yang berbicara tentang sistem kepercayaan, nilai, dan pengharapan tidak berarti bahwa ia menyiratkan konsistensi yang logis dengan pandangannya. Sebaliknya terdapat persepsi, preferensi, dan rencana yang saling terjalin dalam cara merefleksikan logika maupun psikologi, orang berbeda dalam sistem kepercayaan, nilai, dan pengharapannya.


Implikasi untuk Memikirkan Opini Publik
    Opini publik adalah gejala bersegi banyak yang disusun melalui saling pengaruh diantara proses personal, proses sosial, dan proses politik, dan diwujudkan dalam bentuk kegiatan massa, kelompok, dan rakyat. Pada tingkat personal implikasi utama karakteristik ini ialah bahwa pergeseran dalam opini publik, sekurang-kurangnya sebagian diturunkan dari perubahan citra rakyat tentang lingkungan sosial mereka.


Budaya Politik
Suatu cara penting opini publik dalam mempengaruhi  apa yang dilakukan oleh pejabat pemerintah adalah menggunakan budaya politik. Banyak sekali definisi budaya politik yang berlainan. Salah satu yang pertama ialah bahwa budaya politik adalah “pola orientasi pada tindakan politik”. Dengan sedikit memodifikasi pandangan ini akan membantu kita terhadap gejala itu. Dalam pengertian ini orientasi adalah kecenderungan kegiatan, yaitu yang telah disebutkan sebagai citra. Oleh sebab itu, pada hakikatnya budaya politik terdiri atas pola kecenderungan kepercayaan, nilai, dan pengharapan yang diikuti secara luas. Dengan menggunakan gagasan bahwa budaya politik itu mencakup konsepsi tentang autoritas dan tentang tujuan. Pertama didalam setiap masyarakat terdapat gagasan umum tentang bagaimana sepantasnya pemerintahan dilaksanakan, ini adalah “konsepsi autoritas”. Kedua, ada pandangan yang dianut secara luas tentang untuk apa autoritas seharusnya digunakan dan apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah, ini adalah “konsepsi tujuan”.

Resensi
Dari bayang-bayang opini publik itu, orang akan merekonstruksi “cerita-cerita” politik. Ini sebenarnya akibat komunikasi politik. Melalui pembicaran tentang hal ihwal opini publik, Nimmo membawa kita pada empat efek penting komunikasi politik, yaitu sosialisasi politik, partisipasi politik, mempengaruhi pemilu, dan mempengaruhi para pejabat yang mengambil kebijakan politik. Secara konsisten, Nimmo meninjau sumber, saluran, dan pesan dalam bersosialisasi politik; proses sosialisasi isi pesan lewat komunikasi interpersonal, komunikasi organisasional, dan komunikasi massa; partisipasi poliyik dari sisi komunikator politik dan cara mereka memberikan tanggapan pada komunikasi politik. Terakhir Nimmo menyebut proses mempengaruhi pemilu sebagai komunikasi elektoral, dan proses mempengaruhi pejabat sebagai komunikasi kebijakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar